Sabtu, 23 November 2024

Lembaga Perlindungan Anak Harapkan Regulasi Khusus, Cegah Tenaga Pengajar Cabul

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Edward Dewaruci Ketua SCCC saat konferensi pers di Polda Jatim, Jumat (5/7/2019). Foto: Anggi suarasurabaya.net

Lembaga perlindungan anak Surabaya Children Crisis Center (SCCC) menyayangkan perbuatan cabul yang terjadi di salah satu SMP di Surabaya. Dalam kasus ini, kepala sekolah menjadi pelaku pencabulan terhadap enam muridnya.

Menurut Edward Dewaruci Ketua SCCC, perilaku tidak bermoral itu telah menciderai dunia pendidikan. Dia berharap, pemerintah memberi perhatian khusus untuk kasus ini. Salah satunya dengan membuat regulasi khsusus memverifikasi tenaga pengajar.

“Regulasi itu khusus verifikasi guru atau tenaga pengajar yang memang sering berinteraksi dengan anak-anak. Misalnya guru olahraga, atau siapapun. Lewat tes, apakah memiliki gangguan kejiwaan atau kelainan. Itu harusnya regulasi diperketat,” kata dia.

Berdasarkan data SCCC, kata dia, kasus kekerasan terhadap anak kian meningkat. Jumlah kasus yang tercatat tahun ini menunjukkan peningkatan, apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

“Kalau untuk tahun 2019, pelaku ini dengan jumlah korban yang cukup banyak, lebih dari 5. Sedangkan tahun lalu, sekitar 2 orang,” kata dia.

Menurutnya, ini adalah hal yang penting yang harus ditangani. Sebab, hal buruk yang menimpa anak-anak bisa terbawa di masa depannya. Oleh karena itu, upaya pemulihan psikis terhadap anak-anak korban kekerasan maupun pelecehan tidak mudah.

Butuh keahlian khusus untuk menyembuhkan mereka dan setiap anak berbeda cara penanganannya. Bukan hanya dari psikolog, keberadaan keluarga dan lingkungannya juga penting untuk membantu anak memulihkan diri.

“Kejadian ini adalah keprihatinan bagi kami. Ternyata fenomena gunung es terhadap kasus kekerasan terhadap anak masih terus terjadi. Korbannya bukan hanya perempuan, tapi juga anak laki-laki,” kata dia.

“Kami akan melakukan pendampingan penuh terhadap enam orang anak yang menjadi korban. Salah satunya adalah mendampingi proses pemulihan secara psikologi dan penanganan traumatik,” tambahnya.

Sebelumnya, Polda Jatim menangkap seorang oknum Kepala Sekolah salah satu SMP di Surabaya, terkait kasus tindak pidana penganiayaan dan pencabulan terhadap anak. Pelaku adalah laki-laki berinisial AS (40) warga Sidoarjo, melakukan perbuatan cabul terhadap 6 orang siswanya.

AKBP Festo Ari Permana Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim mengatakan, kasus ini terungkap setelah salah satu wali murid bersuara kalau anaknya menjadi korban pencabulan. Itu diungkapkan dalam pertemuan wali murid beberapa waktu lalu.

Dari situlah, kata dia, masing-masing wali murid menanyakan hal yang sama kepada anaknya. Kemudian terungkap bahwa ada 6 orang siswa laki-laki yang mengaku pernah menjadi korban pencabulan oknum Kepala Sekolah.

“Tindak pidana ini dilakukan pada 6 anak. Rata-rata usianya 15 tahun dan korbannya laki-laki semua. Untuk sementara kami identifikasi ada 6 orang yang jadi korbannya,” kata Festo, Jumat (5/7/2019).

Festo mengungkapkan, perbuatan cabul ini dilakukan tersangka sejak Agustus 2018 hingga Maret 2019. Dia melancarkan aksinya di lingkungan sekolah, di dalam kelas hingga di musholla.

Tak hanya bertindak cabul, pelaku juga kerap melakukan kekerasan terhadap korbannya. Seperti memukul punggung korban dengan pipa paralon. Mirisnya, perbuatan cabul dan kekerasan ini dilakukan di hadapan siswa-siswi lainnya.

“Pelaku melakukan itu ketika korban sedang berwudhu dan berzikir. Untuk kelainan seks (gay, red), masih didalami lebih lanjut. Termasuk motif pelaku apa juga masih kita lakukan penyidikan,” kata dia.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 80 atau Pasal 82 UU No.17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Dengan ancaman hukuman pidana 15 tahun penjara. (ang/iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs