Pikun atau demensia seringkali menjadi penyebab orang lanjut usia (lansia) tersesat. Sebagaimana dihimpun Tim Suara Surabaya Media, ada sebanyak 28 lansia yang dilaporkan hilang oleh keluarganya sejak Januari sampai Juli 2019.
Demensia atau pikun, seperti dijelaskan dr. Abduloh Machin, Sp.S Dokter Spesialis Saraf RSUD Dr Soetomo Surabaya, adalah orang yang mengalami gangguan memori dan gangguan kognitif (orientasi arah, gerakan yang bertujuan, dan lain-lain) yang mengakibatkan gangguan pada kemampuan sosial dan pekerjaan.
“Ada banyak penyebab seseorang menderita demensia. Di antaranya karena Alzheimer atau karena usianya sudah lanjut atau sudah lebih dari 60 tahun. Stroke juga bisa,” katanya kepada suarasurabaya.net, Minggu (7/7/2019).
Dokter spesialis saraf itu menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi risiko lansia yang mengalami demensia. Berikut ini penjelasannya.
1. Memperbaiki pola hidup
Lansia dianjurkan untuk menjaga pola makan dengan menghindari konsumsi lemak jenuh. Sebagai gantinya, dr Machin menyarankan agar lansia mengkonsumsi ikan laut yang mengandung lemak tak jenuh. Selain itu, lansia juga disarankan berolahraga secara teratur.
2. Bersosialisasi
Penelitian oleh Departemen Neurologi Universitas Airlangga Surabaya menunjukkan bahwa kemampuan kognitif pensiunan yang masih aktif berkegiatan, seperti ikut komunitas atau membaca buku, lebih baik daripada kemampuan kognitif pensiunan yang jarang berkegiatan.
3. Deteksi dini
Keluarga memegang peranan penting dalam deteksi dini demensia pada lansia. Salah satu gejala demensia yang mudah dikenali, menurut dr Machin, orang menjadi sering lupa. Gejala lainnya adalah kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya dia senangi. Misalnya sering berkebun lalu menjadi lebih banyak diam dan tidak mau keluar rumah. Bila keluarga mendapati gejala-gejala itu, dr Machin menyarankan agar segera dibawa ke dokter syaraf.
Lansia yang sudah telanjur menderita demensia penanganan medis yang dilakukan dokter hanya dapat menahan agar gangguannya tidak semakin berat. “Kalau sudah telanjur, tidak bisa dikembalikan normal,” kata dia.
Contoh gangguan yang bisa menjadi semakin berat di antaranya tidak ingat arah pulang ke rumah; saat berjalan keluar rumah, tidak bisa berhenti, ingin jalan terus; tidak bisa tidur di malam hari; sering marah-marah; sampai tidak bisa buang air pada tempatnya.
4. Perlu diawasi
Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan pasien, dr. Machin mengatakan, yang bersangkutan memang harus selalu dijaga dan diawasi. Pemasangan jam tangan dengan GPS-nya adalah salah satu solusi agar keberadaan pasien selalu termonitor baik oleh keluarga maupun tim medis yang menangani.
“Kalau tidak diawasi, pasien dewaktu-waktu bisa keluar pagar. Karena bingung rumahnya yang mana, dia jalan terus. Tidak ingat makan, tidak ingat minum, sampai akhirnya lemas lalu tidak sadarkan diri. Ini yang sering dibawa orang-orang ke rumah sakit sudah dalam kondisi kritis sampai akhirnya tidak terselamatkan,” ujarnya.
Bila ada lansia yang mengalami hal-hal yang dia sebutkan, dr. Machin menyarankan agar masyarakat segera melapor ke polisi atau dinas sosail terdekat. “Kemungkinan orang itu mengalami demensia dan punya keluarga, bukanya menderita gangguan kejiwaan,” kata dia.
5. Harus terus dilatih
Selain pengawasan, pasien demensia juga membutuhkan tempat tinggal yang tenang dengan pencahayaan yang cukup. Tidak hanya itu, dr Machin menyarankan agar pasien demensia sering diajak keliling sekitar rumah. Tujuannya, supaya pasien sedikit demi sedikit kembali belajar mengingat arah pulang.
“Pasien harus sering diajak berkomunikasi, dikasih info baru supaya otaknya terus belajar,” kata dia.(iss/den)