Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat ini masih merumuskan fatwa penerapan Spa (tempat pijat) bersyariah yang sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2014 lalu.
Wacana Ini merupakan langkah MUI untuk mendukung dunia pariwisata syariah yang sedang digenjot oleh Kementrian Pariwisata Indonesia.
“Tapi kita belum fix kan karena itu bentuknya masih dalam bentuk draf untuk standarisasi spa tersebut. Kemudian kalau ada usulan-usulan yang berkaitan dengan spa itu silahkan saja diajukan ke MUI untuk menanyakan hal itu karena nanti akan kita buatkan fatwanya. Karena yang namanya fatwa itu kan dasarnya harus pertanyaan. Nanti kita akan lakukan kajian-kajian,” kata Endi Astiwara Ketua Bidang Bisnis dan Pariwisata Dewan Syariah Nasional MUI, Kamis (29/10/2015) di Surabaya.
Sebagai catatan, wisata syariah berbeda dengan wisata religi. Wisata syariah adalah segala tempat wisata yang sudah memenuhi unsur-unsur kebutuhan umat Islam. Seperti misalnya wisata pantai, bisa disebut wisata syariah kalau di tempat tersebut tersedia masjid, makanan halal, dan minuman halal.
Sedangkan wisata religi adalah wisata yang dikhususkan untuk mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan salah satu agama tertentu. Seperti misalnya wisata ziarah walisongo.
Fatwa spa syariah tersebut memang dimunculkan sebagai upaya membuat dunia pariwisata Indonesia menjadi lebih nyaman bagi umat muslim. Sebab selama ini, menurut Masruroh Deputi Pemasaran Kementrian Pariwisata RI, spa masih dianggap hal yang negatif khususnya bagi masyarakat muslim.
“Fatwa ini sudah pasti akan diterapkan di Indonesia. Mungkin nanti dikriteriakan, terapis laki-laki ya untuk laki-laki, terapis perempuan ya untuk perempuan. Lalu bahan-bahan atau ramuan spa nya juga jangan sampai tidak halal,” ujar dia.
Sementara itu, Gondo Hartono Wakil Ketua Asosiasi Tur dan Travel (ASITA) Jawa Timur, mendukung rencana penerapan spa syariah ini. “Tidak masalah ya, tambah bagus kalau menurut saya. Kan tidak semua orang mau datang ke spa yang tidak jelas,” katanya.(dop/rst)