Ratusan buruh dari Gerakan Buruh Surabaya (GBS) berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Rabu (28/10/2015). Massa medesak Soekarwo Gubernur Jawa Timur menolak penetapan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
“PP 78 terbukti mengebiri buruh dan memangkas hak-hak buruh akan upah layak. Dengan PP ini, buruh dipastikan akan semakin menderita,” kata Arif Supriono, jurubicara aksi.
Membawa aneka spanduk dan poster, unjuk rasa kali ini digelar oleh gabungan beberapa elemen buruh diantaranya dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Federasi Serikat Pekerja Madani (FSPM).
Menurut massa, formula pengupahan dalam PP No 78 tahun 2015 yang menyatakan jika upah minimum akan ditetapkan berdasarkan upah tahun berjalan ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi, merupakan tindakan yang melanggar Undang-undang.
Jika ini diterapkan, dipastikan kesejahteraan dan daya beli buruh akan menurun yang ujung-ujungnya juga akan menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menurun.
“Padahal pasal 88 ayat (1) UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan jika setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak,” kata Arif.
Tak hanya itu, di pasal 89 juga disebutkan jika upah minimum harus ditetapkan oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dari dewan pengupahan tingkat provinsi dan kabupaten kota. “Jadi upah minimum itu tidak bisa dipatok prosentasenya, harus dibahas dari bawah, ada survei KHL dan seterusnya,” ujarnya.
Karenanya, dalam unjuk rasa ini, massa tetap mendesak kenaikan UMK minimal 30 persen dibandingkan UMK tahun 2015.
Sementara itu dalam unjuk rasa kali ini, massa juga mendesak Soekarwo Gubernur Jawa Timur segera mengesahkan peraturan daerah tentang perlindungan bagi pekerja. (fik/ipg)