Kejaksaan Agung bakal memeriksa Hary Tanoesudibjo pemegang saham mayoritas perusahaan telekomunikasi PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren) yang juga bos MNC Grup, terkait kasus kelebihan pembayaran pajak perusahaan tersebut.
“Ujungnya itu (pemeriksaan Hary Tanoe). Kita akan sisir semua,” kata Widyo Pramono Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (23/10/2015).
Ia mengatakan, Kejagung saat ini masih bekerja mengumpulkan alat bukti agar perkaranya benar-benar jelas, dengan menyisir satu persatu saksi.
Yang jelas saat ini kasus itu, masih penyidikan umum, katanya.
Sebelumnya, Kejagung mengakui tengah menyidik dugaan korupsi penerimaan kelebihan bayar atas pembayaran pajak PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren) tahun 2007-2009.
Ali Nurudin, Ketua Tim Penyidik kasus tersebut, menyebutkan bahwa pada tahun 2007-2009, PT Mobile 8 Telecom telah melakukan perdagangan dengan salah satu distributornya yaitu PT Djaja Nusantara Komunikasi dalam bentuk produk telekomunikasi dalam jumlah Rp80 miliar.
“Sebenarnya PT Djaya Nusantara Komunikasi tidak mampu untuk membeli barang tersebut dalam jumlah itu dan sesuai keterangan saudara Eliana Djaya sebagai Direktur PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK) bahwa transaksi perdagangan tersebut hanyalah seolah-olah ada dan untuk kelengkapan administrasi pihak mobile 8 telecom akan mentransfer uang sebanyak Rp80 milyar ke rekening PT DNK,” katanya.
Pada bulan Desember 2007 PT Mobile 8 Telecom telah mentransfer sebanyak dua kali masing-masing sebesar Rp50 miliar dan Rp30 miliar. Untuk mengemas seolah-olah terjadi transaksi perdagangan pihak PT Mobile 8, invoice dan faktur yang sebelumnya dibuatkan purchase order yang seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom,” katanya.
Pada pertengahan tahun 2008, PT DNK kembali menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom dengan total nilai Rp114.986.400.000, padahal PT DNK tidak pernah melakukan transaksi sebesar itu, tidak pernah menerima barang dan bahkan tidak pernah melakukan pembayaran.
Diduga faktur-faktur pajak yang telah diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile 8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta.
Pada 2009 PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi sebesar Rp10.748.156.345, yang seharusnya Perusahaan tersebut tidak berhak atau tidak sah penerimaan kelebihan pembayaran pajak tersebut, katanya.
Kerugian sementara atas kasus ini mencapai Rp 10 milyar. “Jadi negara dirugikan sekitar Rp10 miliar lah. Tidak menutup kemungkinan kerugian bertambah karena ini baru temuan awal,” katanya.(ant/iss/ipg)