Endah Warni, ibu dari Lutfi Rahmawati terlihat begitu terpukul melihat putri semata wayangnya meninggal setelah mengikuti Diklatsar Mapalsa mahasiswa UINSA di Desa Sumberejo, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang.
Setelah melihat kondisi jenazah putrinya di kamar mayat RSSA Malang, Endah menilai ada yang janggal dengan luka lebam yang ada di kaki kanan Lutfi. “Lebamnya di lutut merah, di lutut sebelah kanan saya tidak tahu itu karena jatuh atau ada sebab lainya dan di kaki kirinya juga ada perbannya,” kata Endah seperti dilansir Antara, Minggu (16/10/2015).
Ketika ditanya adanya firasat sebelum meninggalnya Lutfi, Endah mengaku tidak ada. “Lutfi tak mempunyai riwayat sakit dan sebelum berangkat Diklatsar Mapalsa di Pagak, Kabupaten Malang, Lutfi juga kelihatan sangat sehat. Hari Selasa (13/10/2015) pagi saya dimintai tanda tangan surat edaran dari kampus mengenai Diklatsar ini, dia pamit dan bilang pulangnya Sabtu (17/10/2015),” katanya.
Pada Selasa malam, Lutfi berangkat dan menginap di kampus, selanjutnya berangkat Rabu pagi. Selama empat hari tidak ada kontak, karena peraturannya memang dilarang membawa HP. Meski begitu Endah mengaku tak memiliki firasat apapun. Namun, pada Sabtu (17/10/2015) telepon pukul 22.00 WIB yang membuatnya curiga.
“Malam itu ada telepon, saya angkat suaranya wanita. Dia tanya, apa benar saya ibunya Lutfi, saya jawab iya, tetapi langsung ditutup. Selanjutnya, saya mendapat telepon kedua, kali ini benar-benar kabar duka yang saya dapat, anak kesayangan dan satu-satunya ini meninggal, bahkan ketika ada telepon lagi pada jam 23.00 WIB, saya tanya di mana anak saya, kenapa anak saya, baru dibilang Lutfi meninggal,” ujarnya.
Kegiatan Diklatsar Mapalsa UINSA Surabaya membawa dua korban meninggal, yakni Yudi Akbar Rizky (18), Mahasiswa UINSA semester 1, warga Sukilolo Park Regensi 1/16 Surabaya dan Lutfi Rahmawati (19), warga Jalan Barata Jaya 7/41 Surabaya.
Kedua korban langsung dibawa ke RSSA Malang untuk dilakukan autopsi. Namun, keluarga salah satu korban menolak untuk diautopsi dan minta bisa langsung dibawa pulang ke Surabaya agar bisa segera dimakamkan.
“Saya ingin anak saya segera dibawa pulang, tanpa dilakukan otopsi. Saya sudah mengikhlaskan putri saya, tapi sebisa mungkin saya bawa pulang pagi ini juga,” kata Endah Warni ibu korban, yang tiba di RSSA Malang, Minggu dini hari bersama adik kandung dan adik iparnya serta Ali Mufrodi Wakil Rektor 3 UINSA.
Dua orang panitia Diklatsar Mapalsa UINSA Pramudya Nugraha Putra dan Achmad Giri Ainudin terlihat menunggui jenazah kedua peserta yang meninggal tersebut.
Pramudya Nugraha Putra Ketua panitia Mapalsa UINSA menjelaskan jika sebenarnya kondisi kedua peserta sudah drop dan keduanya diminta untuk kembali ke camp induk pada Jumat (16/10/2015). “Pada hari Jumat itu keduanya sudah ngedrop dan akhirnya kita turunkan di dapur induk untuk pemulihan,” ujar Pramudya.
Pada Sabtu (17/10/2015) pagi, lanjutnya, keduanya ikut diberangkatkan ke lapangan ternyata juga masih lemah, akhirnya Yudi kita istirahatkan dan diminta minum obat, namun ketika dibangunkan Yudi sudah tidak bergerak. Sedangkan Lutfi kakinya sakit dan akhirnya tidak doperbolehkan ikut aplikasi. Selanjutnya dia diantar peserta lain dengan berboncengan tiga, namun di tengah perjalanan Lutfi meninggal.
Selain rekan-rekannya dari UINSA, sejumlah mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang juga turut menunggui korban.(ant/iss)