Melalui Jambore Teater Jawa Timur 2015, diharapkan semangat dalam Jula-juli yang pernah menjadi simbol perlawanan terhadap penjajah Jepang, menjadi roh pada teater di Jawa Timur.
“Kalau mau jujur coba kita hitung ada berapa banyak penutur Jula-juli itu saat ini masih ada di Jawa Timur. Padahal disadari atau tidak, sejarah mencatat Jula-juli menjadi simbol perlawanan pada penjajah. Ini tidak boleh hilang,” kata Farid Syamlan Ketua Jambore Teater Jawa Timur 2015.
Farid menegaskan, saat ini hanya tersisa Kartolo serta beberapa nama lain yang masih dengan setia menuturkan serta melantunkan Jula-juli itu pada setiap pementasannya. Lain orang tidak ada lagi.
Kalau Jogyakarta punya Teater Gandrik dengan gaya sampakan yang kuat, lalu di Jakarta punya Teater Koma dengan kekuatan tradisional Betawi yang khas, Jawa Timur malah tidak punya kekuatan seperti itu.
“Oleh karena itu pada Jambore kali ini kami ingin memberikan penekanan pada Jula-juli sebagai roh pada teater Jawa timur, agar juga memiliki kekuatan seperti daerah lain. Karena jika tidak, maka Jula-juli akan hilang tergerus zamannya,” pungkas Farid Syamlan saat ditemui suarasurabaya.net.
Dijadwalkan Rabu (14/10/2015) menutup seluruh rangkaian Jambore Teater Jawa Timur 2015, dipentaskan sebuah lakon yang merupakan hasil dari workshop yang sudah digelar sejak 12 Oktober 2015 lalu, dengan mengundang sejumlah pemateri pelaku teater lokal maupun nasional.(tok/dwi)