Perkembangan teknologi radio terapi terakhir mampu melakukan deteksi sekaligus mengeliminasi sel kanker yang tumbuh di jaringan tubuh secara akurat. Kanker dapat diketahui keberadaan dan ukurannya secara akurat menggunakan CT scan yang teknologinya terbaru bisa memisahkan secara visual sel kanker dengan sel tubuh sampai margin 1 mm. Dr Edward Yang Tuck Loong Konsultan Senior di RS Gleneagles Singapura mengatakan sepuluh tahun lalu, efek samping pengobatan radio terapi masih mengganggu kualitas hidup pasien.
Di antaranya adalah gangguan pada kulit akibat pancaran radio aktif yang belum bisa distandarisasi dosisnya. Efek samping lainnya juga gangguan pnemonia pada paru-paru bagi pengidap kanker paru.
Kata Dr Edward, dalam 120 tahun perkembangan teknologi radio terapi, yang menjadi masalah utama adalah bagaimana membunuh sel kanker tanpa mematikan sel tubuh. “Ini ibaratnya kita menggunakan penembak jitu atau sniper untuk menembak mati musuh, bukan menembak secara membabi buta, apalagi membom musuh. Sebab bukan tidak mungkin di sekeliling musuh itu ada warga yang tidak berdosa,” kata Dr Edward menjelaskan.
Selain mampu melakukan pendeteksian secara akurat, teknologi radio terapi dikombinasikan dengan metode lain, seperti kemoterapi saat ini mampu mengurangi ekspansi sel kanker sekaligus meningkatkan kualitas hidup pasien secara signifikan.
“Dengan identifikasi yang akurat, sekarang dokter bisa melakukan perencanaan tindakan secara tepat pula. Dokter bisa menghitung secara tepat sekaligus mengeksekusi tindakan radio aktif yang tepat pada sasaran,” kata dia.
Karena identifikasi yang akurat dan dosis terapi yang tepat, efek samping yang biasanya timbul dalam pengobatan metode ini, juga bisa makin dikontrol. Dr. Edward menyontohkan beberapa kasus kanker yang dia tangani, seperti kanker mulut. Beberapa tahun lalu, metode radio terapi konvensional membuat pasien sulit bicara dan mengunyah. Tapi dengan radio terapi menggunakan alat terbaru dan metode mutakhir, efek samping itu mulai direduksi.(edy)
Teks Foto :
– Alat tomo terapi untuk penindakan radio terapi pengidap kanker di RS Gleneagles Singapura.
Foto : Eddy suarasurabaya.net