Sabtu, 23 November 2024

KPK Tidak Alergi Dengan Amandemen UU KPK

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Abdullah Hehamahua. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Abdullah Hehamahua mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kalau KPK tidak alergi dengan amandemen UU KPK, karena memang ada pasal yang perlu disempurnakan, tapi bukan untuk melemahkan, melainkan untuk penguatan.

“Sehingga kalau ada keinginan pemerintah untuk membubarkan KPK maka tetap harus ditangani dengan UU khusus. Sebab, 13 kali judicial review ke MK hanya satu yang terkait dengan kepentingan KPK, di mana jika komisioner KPK menjadi tersangka tidak otomatis dipecat sampai ada keputusan hukum tetap. Selebihnya untuk menggusur KPK. Seperti penyadapan yang harus dibawah pengawasan pengadilan dan lain-lain. Itulah yang menjadi trauma KPK,” ujarnya dalam forum legislasi “Revisi UU KUHP” di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (15/9/2015).

Dia mencontohkan kasus PT TUN Sumatera Utara yang melibatkan gubernur, kalau penyadapannya harus di bawah pengadilan atau kejaksaan, maka sebaiknya tidak harus ada KPK. “Kalau penggeledahan dimungkinkan, tapi kalau penyadapan, ya untuk melemahkan KPK. Bahwa 43 % kasus korupsi itu ada pengadaan barang dan jasa, di kepolisian 60 %, dan APBN 60% juga untuk barang dan jasa. Maka tiga kartu sakti Jokowi presiden juga demikian,” ungkapnya.

Di tempat sama, Arsul Sani anggota Komisi III DPR RI mengatakan kalau sejauh ini belum ada keputusan, apakah Komisi III DPR RI mendukung kodifikasi total (tertutup) atau parsial (terbuka) dalam revisi UU KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). DPR RI masih menunggu pembahasan dengan pemerintah terlebih dahulu.

Kata Arsul, Daftar inventarisasi masalah (DIM) sebanyak. 1.600 inisiatif pemerintah, dan komisi III tetap realistis saja kalau hal itu tidak mungkin selesai untuk lima tahun ke depan, maka sebaiknya sepakat untuk kodifikasi parsial.

“Jadi, DPR RI akan mempertanyakan dulu kepada pemerintah mengapa berkehendak kodifikasi total? Karena itu, kita akan mendengar filosofi, background, alasan pemerintah mengajukan kodifikasi total dalam UU KUHP ini,” paparnya.

Yang jelas kata Arsul, kalau fraksi-fraksi nanti mendukung kodifikasi tertutup maka tidak otomatis melemahkan KPK, Kepolisian, Kejagung, dan Mahkamah Agung (MA). Khususnya dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, karena penguatannya akan diatur dalam aturan peralihan. Namun, itu pun harus pula diikuti dengan percepatan penataan kelembagaan hukum tanpa mengurangi kewenangan, atau melemahkannya.(faz/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
35o
Kurs