Wajah lelah dari seorang laki-laki berusia lebih dari enam puluh tahun itu terlihat jelas. Kuyu dan tak sanggup berjalan sendiri untuk mencapai lobby hotel.
Dua orang petugas pun menolong memapahnya, berjalan perlahan menuju lobby yang sudah penuh sesak dengan jemaah lain yang sudah tiba lebih dulu.
Saat itu rombongan jemaah dari Madinah baru saja tiba dari perjalanan panjang sekitar 8-9 jam dari Kota Nabi itu menuju pemondokan 801 di daerah Jarwal, Mekkah.
Kondisi serupa juga banyak dialami jemaah lain yang usianya di atas 60 tahun yang mengenakan gelang di lengan kiri dengan warna beragam ada merah, kuning, dan hijau.
Warna-warna itu menandakan tingkat risiko jemaah berusia di atas 60 tahun. Gelang merah menandakan jemaah tersebut berisiko tinggi atau sudah sakit. Sedangkan gelang kuning menandakan jemaah itu sehat tapi memiliki riwayat kesehatan, dan hijau berarti jemaah itu sehat.
Sebagian besar jemaah dengan gelang-gelang tersebut selalu nampak lelah setelah keluar dari bus antarkota, yang dari penampilan luarnya saja sudah kumuh dan tua, dengan bagasi di atas tubuh bus yang ditutupi terpal plastik warna biru.
Beda sekali dengan Bus Shalawat yang penampakannya bagus dengan warna merah dan hijau yang segar.
“Dari semua pelayanan selama di Madinah dan di Mekkah, hanya bus (antarkota) yang kurang nyaman,” kata seorang jemaah perempuan dari Garut, ketika ngobrol menanti Shalat Dzuhur di jalur Sai seperti dilansir Antara.
Bus antarkota yang nampak tua itu, kata dia, berjalan sangat lamban, sehingga jarak Madinah-Mekkah yang mencapai 600 km ditempuh dalam waktu 8-9 jam.
Padahal dengan bus yang lebih bagus, seperti tahun lalu, yang dilengkapi bagasi dan toilet di dalam bus, paling lama waktu tempuh Madinah-Mekkah sekitar tujuh jam.
Tanpa toilet dan waktu tempuh yang relatif panjang, ternyata menjadi masalah bagi sejumlah jemaah yang renta. Tim Media Center Haji (MCH) menemukan ada jemaah perempuan tua celananya terdapat noda kuning, dengan bau kotoran yang menyebar di lobby saat ia tiba. Ada pula jemaah laki-laki tua yang tidak dapat menahan buang air kecil sehingga mengotori karpet kamar.
Abdul Djamil Diakui Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin meningkatkan pelayanan kepada jemaah haji tahun ini.
“Namun kesempurnaan itu milik Allah. Kami sudah berupaya melakukan peningkatan layanan di pemondokan dan katering, tapi ada kejadian di transportasi antarkota,” ujarnya.
Berdasarkan data terakhir 6 September 2015 yang dipaparkan Kepala Daerah Kerja (Daker) Makkah Arsyad Hidayat di hadapan 13 anggota DPR-RI yang meninjau persiapan haji di Tanah Suci ada 14 kasus bus mogok di tengah jalan, empat kasus AC mati, dan dua kasus kecelakaan yaitu mesin terbakar dan rem ada percikan api, sejak jamaah diberangkatkan dari Madinah pada 30 Agustus 2015.
Ketidaknyamanan tersebut sebagian besar dialami oleh bus milik perusahaan Abu Sarhad dan Hafil yang memang mendominasi layanan bus antarkota untuk jemaah Indonesia tahun ini.
Tahun ini pelayanan bus antarkota dari Madinah-Mekkah atau sebaliknya dilayani 887 armada dari lima perusahaan transportasi di bawah Naqabah Ammah Li Sayarah semacam asosiasi angkutan darat di Arab Saudi. Bus Abu Sarhad mendominasi sebanyak 66,6 persen, kemudian Hafil 24,24 persen, sisanya Andalus, Ummul Quro dan Al Jazirah.
Tidak hanya itu soal mogok dan AC mati, bentuk ketidaknyamanan lain yang juga diderita jemaah dan menjadi tambahan pekerjaan bagi petugas PPIH adalah koper dan bawaan jemaah yang tidak terangkut, karena keterbatasan bagasi di atas bus.
“Kami harus menyewa truk tambahan mengangkut barang,” kata Subhan Cholid Kepala Bidang Transportasi PPIH 1436H/2015M.
Sedangkan bus antarkota dari Jeddah ke Mekkah yang membawa jemaah gelombang kedua dari Tanah Air, relatif lebih bagus. Lima perusahaan yang terlibat di situ adalah Hafil (165 bus), Makkah (29 bus), Ummul Quro (20 bus), Saptco (18 bus) dan Rawahl (10 bus).
Pemerintah cq Kemendag pasti tidak tinggal diam. Meski kontrak pengadaan bus sudah dilakukan, tanpa upgrade Kemenag berupaya mengetuk hati pimpinan asosiasi perusahaan bus untuk memperhatikan kualitas layanan. (ant/dwi/ipg)