Bintang Susmanto Inspektur Utama BNPB mengatakan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota harus memperketat izin industri pertambangan di Jawa Timur.
Perusahaan yang beroperasi harus diperketat izinnya dengan menyertaan syarat kajian analisis dampak lingkungan (amdal) dan analisis risiko bencana.
Sebab dampak bencana lingkungan akhir-akhir ini sering diakibatkan oleh industri yang terlalu gegabah mengeksploitasi alam, tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan bencana. Sehingga mengakibatkan bencana besar dan banyak menimbulkan korban jiwa.
“Kejadian Lumpur Lapindo di Sidoarjo adalah pelajaran nyata betapa dahsyatnya bencana akibat industri tersebut,” ujar Bintang usai pembukaan Konferensi Nasional Penanggulangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas Ke-XI di Kampus ITS Surabaya, Selasa (25/8/2015)
Bintang mengatakan, BNPB bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah merumuskan draft utuh tentang Amdal dan analisa risiko bencana sebagai syarat mutlak untuk pengurusan izin industri pertambangan dan industri lain.
“Jika selama ini hanya Amdal, maka sekarang ditambah harus mempertimbangkan dampak risiko bencana juga,” katanya.
Sementara itu, sesuai data dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim, setidaknya ada 14 titik industri di Jawa Timur yang rawan berisiko bencana.
Diantaranya, smelter di Gresik, pertambangan emas di Tumpang Pitu Banyuwangi, dan alih fungsi Waduk Sepat di Surabaya oleh perusahaan properti.
“Pemerintah belum maksimal menerapkan pengetatan izin eksploitasi alam yang berisiko bencana ini. Pemerintah tidak sungguh-sungguh mengurangi risiko bencana lingkungan dan industri di Jawa Timur,” kata Ony Mahardika Direktur Eksekutif Walhi Jatim.(din/rst)
Teks Foto : Bintang Susmanto Inspektur Utama BNPB
Foto : Abidin suarasurabaya.net