Semua anak diharapkan mencapai standar tertentu di dalam pendidikan. Tetapi standar itu belum tentu dapat mengangkat potensi asli anak-anak tersbut. Saai ini, dibutuhkan pengukuran yang tepat untuk melihat potensi anak.
“Kita punya kecenderungan untuk mengukur penguasaan pengetahuan mereka atas standar yang sudah kita tentukan, bukan mengukur apa yang sebenarnya mereka miliki,” ungkap Prof. Mark Wilson guru besar bidang pengukuran dan statistik terapan University of California, Berkeley, Amerika Serikat.
Apa yang bagus di suatu tempat, kata Mark, belum tentu bagus di tempat lain. Anak yang terukur baik di suatu bidang, belum tentu juga baik di bidang lainnya. Sebaliknya yang buruk nilainya di suatu bidang belum tentu benar-benar jelek.
“Kita tidak boleh terjebak pemikiran sempit dalam menilai kemampuan seorang anak. Seharusnya kita dapat mengukur apa yang mampu mereka lakukan, bukannya mengajar mereka melakukan apa yang mau kita ujikan,” lanjut Mark.
Bukan berarti tidak boleh menggunakan metode tertentu, lanjut Mark, tetapi jenis assesment mana saja yang akan cocok untuk mengukur potensi mereka, itu yang harus diketahui.
Sementara itu, disampaikan Badri Munir Sukoco Ph.D., Pakar Manajemen Stratejik dari Universitas Airlangga, Surabaya bahwa, strategi pengukuran suatu pencapaian haruslah sesuai dengan karakteristik dari orang maupun organisasi yang akan diukur.
Operasionalisasi sebuah strategi memerlukan pengendalian serta pengkajian atas ketepatannya sebagai cara untuk mencapai tujuan organisasi.
Hasil pengukuran dan evaluasi akan dapat menentukan kemampuan sebuah perusahaan atau organisasi mempunyai keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
“Para sarjana dan konsultan pendidikan harus mampu berpikir lebih luas dari sempitnya metode pengajaran dari jenis-jenis sekolah atau institusi pendidikan yang ada. Mereka harus tahu bagaimana formasi strategi secara menyeluruh. Formasi strategi mana yang menggabungkan keunggulan dari setiap jenis sekolah seharusnya akan bekerja dengan lebih baik,” ujar Badri Munir Sukoco.
Senada dengan itu, Prof. Anita Lie, Direktur Pascasarjana Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) menegaskan, dalam hal edukasi, antara apa yang diajarkan dengan yang diujikan itu harus sama.
“Apabila apa yang diajar tak teruji maka harus dievaluasi kembali relevansinya. Cara mengevaluasi harus disesuaikan pula dengan tingkatan kemampuan anak yang diuji,” pungkas Anita Lie sebagai satu diantara pembicara dalam seminar: Strategi dan Evaluasi Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing yang Berkelanjutan yang diselenggarakan Program Pascasarjana UKWMS. (tok/dop/rst)