Sabtu, 23 November 2024

Secercah Asa Perjuangan Yana Demi Pendidikan Anaknya

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Yana Tri Lestari dan Mardiansyah Maulana saat bertemu Hudiono Plt. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim di rumah Yana, Jalan Karang Menjangan 1B, Surabaya. Foto: Baskoro suarasurabaya.net

Sabtu (13/7/2019) sore itu, Yana Tri Lestari (42) duduk di dekat rumahnya di Karang Menjangan 1B, Surabaya. Pandangan matanya seolah tak ingin lepas dari ujung gang. Wajahnya terlihat gundah, sambil sesekali mengelus membagikan pandangan ke arah dua putrinya seusia SD, berlarian di gang sempit itu.

“Mas, ini Pak Kadis jadi datang kan? Kok gak datang-datang ya. Apa gak jadi datang ya?” tanyanya penuh kawatir kepada suarasurabaya.net yang juga menunggu kehadiran Kepala Dinas Pendidikan Jatim.

Sekitar pukul 17.30 WIB, menjelang Magrib, saat Hudiono Plt. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jatim dan beberapa staffnya tampak memasuki mulut gang sempit itu, wajah Yana berbinar-binar. “Itu datang pak Kadis,” katanya terlihat gembira.

Itulah tamu yang telah ia tunggu dengan cemas. Melihat kedatangan mereka, raut wajah Yana sedikit berubah. Ada asa yang terbangun di wajahnya.

Hudiono dan timnya lalu masuk ke rumah Yana. Rumah yang ditinggalinya sangat memprihatinkan. Dari beberapa meter luas rumah yang ada, hanya dua petak yang terlindungi atap asbes. Sisanya, lebih mirip reruntuhan bangunan yang usang terbongkar.

“Kalau malam banyak tikus berkeliaran di sini pak. Kalau hujan, airnya juga masuk ke rumah,” ujar Yana membuka pembicaraan dengan Hudiono.

Bagi Yana, kedatangan Hudiono membawa asa baru. Sebab, beberapa waktu belakangan, Ia terus menerus kebingungan. Karena, Mardiansyah Maulana anak sulungnya tak diterima di SMA/SMK Negeri dan akhirnya bersekolah di SMK Swasta. Meski senang anaknya tetap bisa bersekolah, namun uang gedung dan biaya SPP bulanan dirasakan Yana seperti teror yang sulit dihadapi.

Mumpung didatangi Kepala Dinas sang empunya kebijakan, Yana menceritakan dengan detail kesulitan hidupnya. Ia bercerita, sebelum diterima di SMK Swasta di Surabaya, Ia dan anaknya sempat mencoba mendaftar di dua SMK Negeri, yaitu SMKN 4 dan SMKN 5, Surabaya. Persoalan yang membuat anaknya tak lolos juga bisa dibilang rumit.

Sekitar empat tahun lalu, Ia masih tinggal bersama suaminya di daerah Krembangan. Namun, ia mengaku, suaminya saat itu meninggalkannya sendiri di Surabaya. Ia dan tiga anaknya akhirnya harus ngekos di sebuah rumah daerah Krembangan Bakti. Ketika mendaftar di PPDB SMA/SMK 2019 melalui jalur Keluarga Tidak Mampu. Ketika rumahnya yang tertulis di Kartu Keluarga (KK) disurvei, anaknya dinyatakan tak lolos.

“Tapi rumah itu kondisinya (sudah, red) dijual. Lalu saat disurvei, kami tidak masuk dalam kuota karena dianggap tinggal di rumah bagus. Padahal kami ngekos, sudah gak punya rumah,” kata Yana.

Tiga bulan lalu, ia pindah lagi ke Karang Menjangan 1B. Setelah empat tahun ngekos di daerah Krembangan Bakti, ia tak lagi memiliki uang untuk membayar ongkos sewa. Ia diajak pamannya tinggal di rumah warisan kakeknya. Di sana, ia mencoba untuk mendaftar di SMKN 5 yang berada tak jauh dari rumah. Tapi, lagi-lagi ia ditolak. Meski ia sudah mencantumkan pindah domisili, tapi alamat KK tetap di Krembangan.

“Akhirnya sempat gak mau sekolah. Kalau gak sekolah ya opo nak, lak sakno ibu. Terus masa depanku ya opo. Anak mbarep dewe. Gak onok ayahmu. Duduhno lek awakmu isok sekolah. Harus semangat, harus sekolah. Ibu tak berjuang,” kata Yana menceritakan.

Dengan perjuangan Yana, akhirnya Yaya, panggilan akrab anak sulungnya itu, mau sekolah dan diterima di SMK Rajasa. Tapi, masalah tak tuntas begitu saja. Ia harus dihadapkan dengan uang gedung yang dianggapnya masih sangat mahal. Bagi seorang pedagang nasi bungkus dengan keuntungan bersih tak sampai Rp30 ribu, tentu kesulitan.

“Pertama saya kaget. Sudah pernah minta keringanan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, tapi masih dimintai uang gedung. Waduh kok maih segitu. Saya gak patah semangat, saya datang lagi ke sana. Akhirnya setelah mencoba lagi, bisa gak bayar sama sekali,” jelasnya.

Yana merupakan ibu sekaligus ayah bagi ketiga anaknya. Setelah ditinggal suaminya pergi empat tahun lalu dan tak pernah muncul hingga hari ini, ia harus memghidupi ketiga anaknya. Masing-masing masih bersekolah di bangku SMK kelas 1, SD kelas 4, dan SD kelas 2. SPP senilai Rp. 100 ribu per bulan masih dirasanya sangat berat.

Saat mengurus keringanan uang gedung di kantor Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, ia bertemu dengan seseorang yang berjanji akan menceritakan kondisi ekonominya pada sang Kepala Dinas Pendidikan yang sekarang ini sudah ada di hadapannya.

Berkat usahanya mendatangi Kantor Dinas Pendidikan berkali-kali, Kepala Dinas Pendidikan Jatim itu akhirnya benar-benar datang dan melihat kondisi ekonominya dan ketiga anaknya. Di rumah itu, Hudiono memberikan kepastian bahwa seluruh biaya SPP anak sulungnya akan digratiskan.

“Iya iya betul, akan digratiskan di SMA Negeri atau Swasta. Tapi kan kita harus verifikasi. Kayak gini kan (Dinas Pendidikan, red) lagi verifikasi. Melihat, bener gak, bapaknya gak ada, anaknya tiga, ibunya jualan, penghasilannya berapa. Pemerintah harus ada. Jaminannya gratis. Saya berterima kasih pada masyarakat yang sudah ikut prihatin pada anak-anak ini,” kata Hudiono.

Hudiono mengaku, sebenarnya Pemerintah telah mengakomodir pendidikan anak-anak kurang mampu dalam PPDB SMA. Ada 20 persen kuota bagi masyarakat miskin dalam sistem ini. Namun, jika pada akhirnya, ada anak miskin yang harus masuk SMA/SMK Swasta, pemerintah pun telah memberikan subsidi.

“Di swasta itu pun, pemerintah sudah subsidi. Nanti akan kita himbau agar anak seperti ini wajib gratis. Wajibnya mungkin 75 persen lah. Yang 25 persen orang tuanya. Sekedar semampunya. Kalau gak mampu ya gak usah. Kalau emang orang tuanya bener-bener gak mampu,” ucapnya.

Selepas magrib berkumandang di gang sempit daerah Karangmenjangan itu, wajah Yana yang sebelumnya penuh kegundahan, sedikit sumringah. Paling tidak, dia telah mendapat secersah asa untuk masalah pendidikan sang buah hati. Meski, untuk melanjutkan hidup, ia masih harus berjuang lebih keras lagi.(bas/bid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs