Tanggung jawab terbesar partai politik adalah mengajukan pasangan calonnya yang akan maju dalam pilkada serentak. Jika partai politik tersebut gagal menyiapkan kadernya maka partai tersebut perlu dipertanyakan.
“Hanya ada satu calon di beberapa daerah di Indonesia, ini merupakan masalah yang harus segera diselesaikan. Parpol menjadi komposisi dominan dalam dunia politik harus mampu merekrut kader terbaiknya,” kata Dr. Kris Nugroho, MA pengamat politik Unair pada Radio Suara Surabaya.
“Lepas dari persepsi bahwa pasangan calon yang diajukan itu kalah atau menang. Atau dengan adanya bargainning dengan parpol-parpol lain itu tidak menjadi masalah,” ujarnya.
Ada dua kemungkinan mengapa ada parpol yang belum mengajukan calonnya. Pertama sekarang sedang konsolidasi dan menyusun kesepakatan dengan parpol lain dan pembagian peran dengan parpol-parpol lainnya. “Atau jangan-jangan belum munculnya calon yang lain itu bagian dari strategi politik agar Pilkada ditunda,” ungkapnya.
“Ini menyangkut moral politik dan ini tergantung masing-masing parpol. Kalau mereka berpikir buat apa mengajukan calon kalau akhirnya kalah, patut dipertanyakan komitmen mereka,” ujar dia.
Jika nantinya tetap hanya ada satu calon, agar Pilkada tetap sah untuk dilantik maka membutuhkan payung hukum baru. Payung hukum baru itu bisa diputuskan lewat MK atau peraturan perundangan yang lain. Tapi ini menjadi preseden buruk karena pemerintah dianggap tidak konsisten.
“Untuk memunculkan bumbung kosong itu juga butuh payung hukum baru. Kalau sampai calon tunggal itu kalah nanti malah bermasalah,” katanya.
Sementara itu, terkait potensi deal-dealan politik antar parpol, kata Kris, memang wajar dilakukan. Masalahnya parpol yang ada harus mendorong DPP masing-masing untuk memberi rekomendasi siapa yang bakal dicalonkan. Kalau ada parpol yang tidak mengajukan calonnya berarti mesin politik mereka tidak bisa bekerja dan tidak mau mengenalkan diri pada masyarakat.
“KPU harus berpijak pada regulasi pemilu,” pungkas dia. (dwi/ipg)