Selama 5 dekade sungai di Indonesia memburuk. Pemerintah menyatakan sekurangnya 15 sungai besar di negeri ini yang penting bagi irigasi, dan air minum kondisinya kritis.
Di Jawa misalnya, Sungai Citarum, Sungai Cimanuk, Sungai Ciujung dan Bengawan Solo di Jawa Tengah serta Brantas di Jawa Timur, kini kondisinya tercemar dan parah.
Penyebabnya antara lain, pencemaran, sedimentasi serta kerusakan parah di sekitar hulu sungai. Sungai-sungai itu berubah menjadi penampung limbah atau bahkan jadi tempat pembuangan sampah dan kotoran.
Sungai yang dulunya dianggap sebagai bagian dari kehidupan karena merupakan bagian dari sumber penghidupan masyarakat, justru sekarang ini dianggap sebagai penyebab banjir.
Sungai tidak lagi menjadi bagian kehidupan. Mulai dari aliran sungai, badan sungai dari hulu, tengah, hilir hingga muara, serta wilayah pesisir dan perairan dipinggirkan dari pembangunan di negeri ini.
Berbagai aktivitas masyarakat, penggundulan hutan, perluasan lahan pemukiman, pembangunan kawasan industri hingga pariwisata seakan menunjukkan kesewenang-wenangan terhadap sungai.
Persoalan sungai dengan berbagai pendekatan pengelolaan dan penanganannya terbilang masih sektoral. Masing-masing pemangku kepentingan atas persoalan itu seakan tidak berdaya.
“Oleh karena itu, Kongres Sungai Indonesia 2015 mengajak segenap lapisan masyarakat serta institusi dan instansi pemangku kepentingan untuk terlibat. Mengkaji dan mengambil langkah strategis untuk sungai di Indonesia yang seharusnya menjadi bagian sumber penghidupan dan kehidupan,” tegas Wawan Some aktivis Nol Sampah pada suarasurabaya.net, Senin (27/7/2015).
Dijadwalkan, Kongres Sungai Indonesia 2015 digelar di Banjarnegara, Jawa Tengah pada 26 – 30 Agustus 2015 mendatang dengan menghadirkan akademisi, birokrat, aktivis, tokoh masyarakat, serta perwakilan lembaga adat.(tok/ipg)