Sejak Bea Cukai bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta perusahaan pengimpor limbah kertas (waste paper) mengekspor ulang limbah itu ke negara asalnya, pabrik kertas di Jawa Timur mulai kehabisan bahan baku.
Sekadar mengingatkan, sanksi mengekspor ulang atau re-ekspor limbah sampah kertas ke negara asalnya ini pernah dikenakan Bea Cukai terhadap PT MDI pada pertengahan Juni 2019 lalu.
Saat itu sebanyak 8 kontainer sampah kertas dengan berat lebih dari 210 ton asal Australia diamankan di Pelabuhan Tanjung Perak. Sampah kertas itu diduga terkontaminasi limbah B3.
Berkoordinasi dengan KLHK, Bea Cukai meminta perusahaan pengimpor mengekspor ulang limbah kertas itu ke negara asalnya paling lambat 90 hari setelah barang itu tiba di Surabaya.
Menipisnya bahan baku kertas ini menjadi perhatian Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur saat meninjau Pabrik Kertas PT Mega Surya Eratama di Ngoro, Mojokerto, Senin (15/7/2019).
Dia mengaku mendapat informasi, ada 305 kontainer berisi limbah kertas impor yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak yang berpotensi diekspor ulang ke negara asalnya.
“Rata-rata pabrik kertas di Jawa Timur yang menggunakan sampah kertas, bahan bakunya makin menipis. Seperti pabrik ini, bahan bakunya tinggal untuk sepuluh hari ke depan,” kata Khofifah.
Pabrik PT Mega Surya Eratama itu, menurut Khofifah, 80 persen bahan bakunya menggunakan limbah kertas impor untuk diolah menjadi produk kertas dan kemasan, kemudian diekspor kembali ke luar negeri.
Impor limbah kertas itu, kata Khofifah, karena suplai bahan baku dari dalam negeri memang tidak mencukupi. Ini juga terjadi pada perusahaan pengolah kertas lain yang ada di Jawa Timur.
Padahal, menurut Khofifah, industri kertas di Jawa Timur berkontribusi cukup besar terhadap industri kertas nasional, dengan sumbangsih mencapai 23 persen. Termasuk lima besar ekspor kertas nasional.
“Kita semua pasti menolak impor sampah plastik. Tetapi bahan baku pabrik kertas jadi tertahan. Harus segera ada solusi, supaya industri kertas di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, tidak berhenti beroperasi,” kata Khofifah.
Khofifah mengatakan, ini akan menjadi pekerjaan rumahnya. Dia akan berupaya berkomunikasi dengan KLHK dan Kementerian Perdagangan untuk mencari solusi terbaik.
“Ada opsi pulp. Tapi kalau pulp, itu berarti penebangan kayu di hutan akan masif. Bahan baku kertas bekas ini, baik dari sisi Permendag maupun Konvensi Basel, sebenarnya sesuai. Tetapi problemnya, plastiknya ikut masuk,” ujarnya.
Salah satu solusi yang sedang dijajaki Pemprov Jatim untuk menangani masalah sampah plastik ini adalah membangun instalasi pengolah sampah plastik menjadi energi seperti yang akan diterapkan PT Mega Surya Eratama mulai Agustus mendatang.(den/iss)