Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Abraham Samad menyambangi Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen administrasi kependudukan.
“Jadi pemeriksaan ini sebenarnya panggilan pemeriksaan di Makassar,” kata Samad di Gedung Bareskrim, Jakarta, Kamis (2/7/2015) seperti dilansir Antara.
Dia mengaku tidak bisa hadir pada panggilan pemeriksaan kasus ini di Polda Sulselbar beberapa waktu lalu dan meminta penyidik memeriksanya di Jakarta.
“Waktu itu saya tidak sempat datang, jadi saya minta kalau bisa pemeriksaan di sini (Jakarta),” ujar Abraham.
Meski pemeriksaan dilakukan di Bareskrim Polri, pemeriksaan tetap dilakukan penyidik Polda Sulselbar.
Menurut Abraham, pemeriksaan kali ini adalah pemeriksaan tambahan. “Ini tetap pemeriksaan oleh Polda Sulselbar. Jadi orang Polda Sulselbar yang datang ke sini, kebetulan kemarin kan hari Bhayangkara, mereka ada di sini (Jakarta),” ujarnya.
Selasa 17 Februari, Polda Sulsel mengumumkan status tersangka Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dalam kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan. Dia diduga telah memalsukan dokumen administrasi kependudukan atas laporan Feriyani Lim.
Dalam kasus ini, Polda Sulawesi Selatan telah menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka.
Selanjutnya, kasus ini dilimpahkan ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat per 29 Januari 2015. Berselang empat hari kemudian, polisi menetapkan Feriyani sebagai tersangka.
Feriyani disinyalir memakai lampiran dokumen administrasi kependudukan palsu berupa kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP) saat mengurus paspor di Makassar pada 2007.
Kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan ini belakangan menyeret Ketua KPK non aktif Abraham Samad yang diduga membantu Feriyani dalam pembuatan dokumen.
Dalam KK tersangka di Makassar memang mencantumkan Abraham Samad dan keluarganya dengan alamat Jalan Boulevard Rubi II Nomor 48, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang.
Dalam kasus pemalsuan dokumen kependudukan yang disangkakan itu, Abraham dijerat dengan pasal 264 ayat (1) sub 266 ayat (1) jo pasal 55,56 KUHP. Atau pasal 93 UU RI No 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang telah diperbaharui dengan UU RI No 24 tahun 2013 dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara. (ant/dwi/ipg)