Sabtu, 23 November 2024

Ekspor Porang di Jatim Meningkat Dua Tahun Terakhir

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Badan Karantina Pertanian (Barantan) di bawah Kementerian Pertanian (Kementan) melepas ekspor komoditas olahan hasil pertanian Jawa Timur senilai Rp2,98 miliar ke berbagai negara, Selasa (16/7/2019). Salah satunya adalah porang kering. Foto: Denza suarasurabaya.net

Ekspor komoditas porang kering (konjac chips) di Jawa Timur mengalami peningkatan selama dua tahun terakhir. Nilai ekspor hasil olahan umbi-umbian yang banyak ditemukan di berbagai wilayah di Jawa Timur ini cukup menggiurkan.

Badan Karantina Pertanian (Barantan) di bawah Kementerian Pertanian (Kementan) melepas ekspor komoditas olahan hasil pertanian Jawa Timur senilai Rp2,98 miliar ke berbagai negara, Selasa (16/7/2019). Salah satunya adalah porang kering.

Seperti yang diekspor CV Jia Li, misalnya. Perusahaan itu, kali ini, mengekspor 15,12 ton porang yang telah diolah menjadi porang kering untuk tujuan China denbgan nilai mencapai Rp365 juta.

Stephanie Devina Tjendra Sekretaris CV Jia Li mengatakan, dalam satu bulan perusahaannya melayani 2-3 kontainer atau sekitar 25-35 ton porang kering untuk melayani permintaan China.

“Sebenarnya permintaan negara lain banyak. Karena bahan bakunya terbatas, melayani China saja enggak nutut (tidak mencukupi),” katanya di Kantor Balai Karantina Pertanian, Sidoarjo.

Dia mengatakan, porang yang diolah perusahaannya berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur dan di luar pulau. Di Jawa Timur, perusahaannya mengambil porang dari petani di Nganjuk dan Ponorogo.

Namun, tanaman umbi porang menurutnya memang cukup lama masa panennya, mencapai 2-3 tahun. Tidak hanya itu, tanaman porang juga hanya bisa tumbuh di musim hujan.

Normalnya, harga porang kering di pasaran Indonesia kurang lebih Rp14 ribu per kilogram. CV Jia Li mengekspor porang kering itu ke China dengan harga Rp24 ribu atau sekitar 1,8 USD per kilogram.

“Tapi harganya di pasaran antara 4-6 dolar (USD). Sekarang ini di China sudah bagus harganya,” kata Devi.

Komoditas porang kering ini, kata Devi, diolah kembali di China sebagai bahan pengental makanan seperti mie, sosis, dan bakso. Porang kering selain sebagai bahan makanan juga bisa dimanfaatkan untuk bahan kosmetika alami.

Data sistem otomasi perkarantinaan, IQFAST di wilayah kerja Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, ekspor porang kering atau konjac chips dua tahun terakhir mengalami peningkatan.

Pada 2017 lalu sebanyak 4,3 ton porang kering senilai Rp61 miliar diekspor ke berbagai negara. Pada 2018 jumlahnya meningkat menjadi 5,5 ton dengan valuasi senilai Rp77 miliar.

Sementara, pada semester pertama 2019 kemarin, ekspor porang kering sudah mencapai 3,7 ton dengan nilai Rp51 miliar. Nilai ini sudah melebihi nilai ekspor porang kering pada semester pertama 2018 yakni senilai Rp40 miliar.

Tidak hanya porang, Barantan kali ini juga melepas sejumlah komoditas olahan hasil pertanian lainnya. Di antaranya 23,52 ton singkong beku senilai Rp320 juta untuk tujuan Inggris; 302,4 ton minyak goreng shortening senilai Rp2 miliar tujuan China; 5,17 ton kopi bubuk senilai 229 juta tujuan Saudi Arabia; dan 200 kilogram bakso senilai 64 juta tujuan Hongkong.

Ali Jamil Kepala Barantan mengatakan, komoditas-komoditas itu sudah mengalami proses pengolahan sehingga memiliki nilai tambah dan mampu menembus pasar ekspor.

“Kami mendorong eksportir tidak lagi mengekspor komoditas mentah ke luar negeri. Olah dahulu minimal menjadi barang setengah jadi agar komoditas pertanian memiliki nilai tambah,” katanya.

Hal itu, kata dia, adalah bagian dari implementasi strategi percepatan ekspor yang dicanangkan Kementerian Pertanian: mendorong ekspor komoditas olahan dan menambah diversifikasi komoditas.

Barantan juga mendorong agar terjadi peningkatan volume ekspor dan terbukanya pasar negara baru.(den/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs