Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya menolak pengajuan Hak Pakai Stan (HPS) Pasar Turi menjadi hak milik atas satuan rumah susun atau strata title oleh PT Gala Bumi Perkasa (PT GBP) selaku investor.
Strata title adalah sertifikat bangunan yang tidak hanya berdimensi panjang kali lebar tapi juga pada ketinggian berapa bangunan tersebut berada dan lokasi bangunan serta penyebutan batas lokasi bangunan atas dan bawah.
Hal ini menjadi salah satu masalah yang menyebabkan polemik antara tiga pihak, baik Pemkot Surabaya, investor, dan pedagang Pasar Turi, tidak kunjung selesai.
Risma menjelaskan, hubungan antara Pemkot dengan PT GBP berupa perjanjian bangun guna serah atau build, operate, transfer (BOT).
Sementara, PT GBP juga memiliki perjanjian dengan para pedagang. “Tapi untuk perjanjian ini, Pemkot sama sekali tidak terlibat,” ujar Risma dalam keterangan pers di Balai Kota, Jumat (19/6/2015).
Risma juga menjelaskan, pembangunan Pasar Turi hingga saat ini belum tuntas dikerjakan oleh PT GBP. Hal ini tidak sesuai dengan perjanjian awal dengan Pemkot bahwa pihak investor wajib menyelesaikan proses pembangunan Pasar Turi dalam tenggat waktu 24 bulan terhitung dari tanggal berita acara penyerahan objek.
Sehingga, untuk masalah ini adendum kontrak diperlukan. PT GBP dan Pemkot Surabaya beberapa kali mengadakan pertemuan guna membahas adendum tersebut.
Dalam proses itu, PT GBP melalui surat nomor 043/DIR/GBP/III/2014 tanggal 7 Maret 2014 memohon persetujuan perubahan hak pakai stan (HPS) menjadi hak milik atas satuan rumah susun atau strata title.
“Semua pihak yang kita mintai pendapat hukum sepakat bahwa strata title dalam permasalahan Pasar Turi ini tidak diperbolehkan karena menyalahi aturan yang berlaku,” terang Risma. “Karena itu kami menolaknya,” lanjut wali kota perempuan pertama Surabaya ini.
Alasannya, mengingat kembali perjanjian BOT antara Pemkot dengan investor bahwa setelah 25 tahun, pengelolaan Pasar Turi harus diserahkan kembali kepada Pemkot Surabaya.
Risma menyebutkan telah berkonsultasi mengenai hal ini dengan beberapa pihak mengenai pendapat hukum. Antara lain dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kejaksaan Negeri Surabaya, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan serta pakar hukum dari kalangan akademisi. (den/ipg)