Selain melaksanakan sholat tarawih pada Rabu malam, mualaf suku tengger juga melakukan tradisi mereka setiap menyambut awal ramadhan yakni Nampani Poso.
Nampani Poso yakni sebuah tradisi dimana umat muslim suku tengger melakukan kebiasaan membawa makanan ke Masjid saat sholat tarawih malam pertama Ramadhan.
Ustadz Didin Pratanto, dai di Dusun Bakalan, Desa Argosari, Kecamatan Senduro menjelaskan, kebiasaan ini seperti halnya kebiasaan Hindu yang membawa sesaji dalam melakukan berbagai ritual. Oleh karena itu, saat semua mualaf berkumpul di masjid, ustadz langsung enyampaikan bahwa makanan yang dibawa para mualaf tersebut, untuk tidak dianggap sebagai sesaji.
“Saya mengajak seluruh mualaf Suku Tengger untuk meniatkan bahwa makanan tersebut adalah shodaqoh dan ikhlas karena Allah SWT. Dengan penyampaian dan diarahkan seperti itu, maka pendekatannya jadi berbeda sehingga para muallaf jadi mengerti. Dan saya yakin lama-kelamaan akan meninggalkannya,” kata Ustadz Didin, Kamis (18/6/2015).
Keyakinan itu, diteguhkan Ustadz Didin Pratanto, dengan fakta banyak ritual dan kebiasaan yang telah ditinggalkan oleh para mualaf Suku Tengger. Diantaranya, seperti yang terjadi pada Ramadhan tahun sebelumnya yang bertepatan dengan peringatan Kasada.
“Para muallaf Suku Tengger ini tidak lagi ikut dalam peringatan Kasada karena mereka berpuasa. Jadi sedikit demi sedikit sudah terjadi perubahan pola pikir dari para muallaf tersebut. Contoh lainnya, ketika orang meninggal, hajatan, khitanan yang selalu diwarnai dengan pembuatan sesaji dengan ubo rampe yang menelan biaya sampai Rp1 juta rupiah, saat ini sudah ditinggalkan dan tidak dilakukan lagi. Ini karena mereka sadar, bahwa membuat sesaji itu memang dilarang dalam agama Islam,” ujarnya.
Ustadz Didin menambahkan, secara keseluruhan suasana memasuki Ramadhan di tengah-tengah muallaf Suku Tengger di lereng Gunung Semeru ini cukup semarak. Meski tidak ada kebiasaan patrol keliling seperti yang banyak dilakukan masyarakat, untuk membangunkan warga guna bersantap sahur.
“Untuk membangunkan sahur, hanya dari pengeras suara masjid saja. Kami lebih mengajak para muallaf untuk memperbanyak beribadah di masjid. Kalau tahun sebelumnya belum ada anak-anak yang menginap di masjid untuk melaksanakan berbagai kegiatan selama Ramadhan, tapi mulai tadi malam sudah ada 10 anak yang menginap di masjid. Setelah tarawih berjamaah, mereka melakukan tadarus sampai menjelang subuh. Setelah itu jamaah Subuh sebelum pulang dari masjid,” kata ustadz.
Kegiatan ini akan terus dilakukan sampai akhir Ramadhan dengan bimbingan masing-masing dai di setiap Dusun. Ada 7 dai, termasuk Ustadz Didin Pratanto yang membimbing para mualaf ini setiap saat.
“Terutama ramadhan ini, saya bersama dai lainnya akan tinggal di masjid-masjid yang ada guna membimbing rohani para muallaf tersebut. Dan menariknya lagi, saat lebaran akan menjadi kemenangan bagi mereka dengan ditandai silaturahim atau anjangsana antar warga. Tidak hanya muslim saja yang melakukan silaturahim, tapi warga Hindu juga toleran dengan salig mengunjungi. Ini indahnya,” pungkas Ustadz Didin. (her/wak)
Teks Foto :
– Masjid Jabal Nur di Dusun Puncak, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang yang menjadi salah-satu tempat ibadah kalangan muallaf Suku Tengger.
Foto : Sentral FM.