Sekitar 20-30 persen anak-anak di negara berpenghasilan rendah sudah bekerja pada usia 15 tahun. Padahal, menurut International Labour Organization (ILO), banyak pekerja anak yang putus sekolah sebelum mencapai umur 15 tahun.
“Anak-anak yang terlibat dalam pekerja anak berkaitan erat dengan capaian tingkat pendidikan yang lebih rendah, dan kehidupan pekerjaan di masa depan yang tidak memenuhi kriteria kerja layak,” demikian kata Guy Ryder Direktur Jenderal ILO dalam siaran persnya yang diterima suarasurabaya.net, Minggu (14/6/2015)
Selain itu, menurut Guy Ryder, 47,5 juta kaum pekerja muda berusia antara 15-17 tahun terlibat dalam pekerjaan berbahaya.
“Kebijakan nasional harus diarahkan untuk menghapus kaum muda dari pekerjaan berbahaya atau menghilangkan bahaya di tempat kerja,” kata Ryder.
Terkait dengan laporan-laporan ini, dirinya meminta kepada setiap pemangku kebijakan untuk serius menjaga anak-anak untuk mendapatkan haknya menerima pendidikan yang layak.
“Laporan tersebut menunjukkan perlunya pendekatan kebijakan yang saling terkait untuk menangani pekerja anak dan kuterbatasan kerja layak bagi kaum muda. Menjaga anak-anak tetap sekolah dan menerima pendidikan yang baik sampai usia minimum kerja akan menentukan seluruh kehidupan anak di masa depan,” ujarnya.
Ini, kata Ryder, merupakan satu-satunya cara bagi anak untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut. Serta menjadi bekal kehidupan kerjanya di masa depan.
Sementara itu, di Surabaya, kegiatan kampanye dukungan penghapusan pekerja anak dilakukan oleh ILO Surabaya, Jaringan Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK), dan LPA Jatim, di depan Musium BI pada hari Minggu, 14 Juni 2015, jam 07.00 s/d 09.00 WIB.
Mereka memanfaatkan “car free day” untuk menyampaikan pesan-pesan dukungan penghapusan pekerja anak dan kontes foto selfie yang akan diupload bersama komunitas dunia untuk menyuarakan hashtag #Nochildlabour dan #stoppekerjaanak2015. (dop/den)