Hasto Kristiyanto Sekjen PDI Perjuangan mengatakan partainya bersikap fleksibel dalam Pilkada serentak pada Desember 2015, mengikuti tradisi demokrasi setempat yang beberapa diantaranya dari Koalisi Merah Putih (KMP).
“Dalam konteks ini ada tradisi demokrasi yang sudah hidup di daerah setempat, dan kita sudah bekerja sama, misalnya dengan Golkar di Ngawi, lalu dengan PPP di Tasikmalaya. Itu tradisi yang sudah hidup tidak bisa kita putus,” ujarnya seperti dilansir Antara, Sabtu (6/6/2015).
Hasto mengemukakan, pihaknya menyadari tidak bisa memenangkan ajang pilkada di 269 kabupaten/kota yang akan mengikuti pesta rakyat tingkat daerah itu sendirian, sehingga membutuhkan kerja sama politik baik dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun KMP.
Tentu saja, ia menyatakan, posisi PDIP sebagai parpol penguasa pemerintahan akan dilihat sebagai keuntungan oleh banyak pihak yang berkoalisi.
Meski dengan status politik yang demikian, Hasto menegaskan pihaknya tidak akan meninggalkan cara-cara yang dibangun PDIP dalam membangun tradisi politik yang baik.
“Posisi politik ini justru kami gunakan untuk memperkuat pemerintahan Jokowi-JK, karena kami tahu makna strategis dari kemenangan pilkada ini, karena itu mungkin ada peningkatan target,” ujarnya.
Namun, Hasto enggan menyebutkan berapa target dari PDIP, dan tidak ingin muluk-muluk, karena hanya ingin menyiapkan pilkada sebaik-baiknya.
“Setiap parpol pasti ada yang gunakan target sebagai penyemangat mereka. Kalau kita realistik saja dan seluruh prosesnya kita siapkan, yang kami inginkan pilkada ini jadi momentum terbaik rakyat untuk menentukan pemimpinnya,” kata Hasto.
PDIP telah melatih tim kampanye di 269 kabupaten/kota, lalu menjaring calon dengan sistem bertingkat termasuk dengan menggunakan ahli kejiwaan untuk proses seleksi.
“Bahkan, kami juga telah menentukan waktu paling lambat dua minggu setelah Lebaran akan ada sekolah calon kepala daerah,” katanya.
Berbagai persiapan tersebut, kata Hasto, bertujuan agar pelaksanaan kampanye bisa dilaksanakan sebaiknya. Termasuk, kualifikasi calon yang akan diusung merupakan pemimpin yang memahami keinginan dan harapan masyarakat.
“Ini bertujuan agar mereka mampu mengunakan kekuasaan sebagai alat pembebas bagi rakyat untuk menciptakan kesejahteraan, pekerjaan dan menjadikan kekuatan rakyat yang produktif dan berkebudayaan,” katanya.
Hasto pun menegaskan tidak ada mahar dalam proses penjaringan calon kepala daerah di PDIP, dan yang ada hanyalah dana patungan (urunan) dalam rangka gotong royong untuk membiayai proses seleksi.
Ia menyatakan, praktik pemberian mahar di PDIP dalam kaitan pilkada dilarang oleh aturan partai.
“Di aturan partai tidak boleh, namun yang kami lakukan ini bukan pelanggaran karena bukan mahar hanya gotong royong. Yang dikatakan pelanggaran adalah jual beli rekomendasi, wajar saja jika kami meminta urunan untuk proses seleksi mereka sendiri di beberapa daerah yang tidak ada sumber daya,” katanya. (ant/den)