Sistem hukum pidana di Indonesia masih dinilai tidak adil karena tidak adanya timbangan baku dalam menilai keadilan di dalam sistem hukum pidana itu sendiri. Tidak rasionalnya beban pemidanaan menjadi salah satu contoh carut marutnya hukum pidana di Indonesia.
“Itu karena perlakuan hukuman terhadap pelaku kejahatan di Indonesia tidak diukur berdasarkan besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan. Kalau kerugian ekonomi yang ditimbulkan tidak terlalu besar, misalnya nenek-nenek pencuri ayam, kenapa beban pidana yang dijatuhkan sama dengan penjahat kelas kakap. Saya ingin hukum di Indonesia ini seperti hukum Tuhan yang berhati nurani,” ujar T.J Gunawan penulis buku “Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi” di Surabaya, Sabtu (6/6/2015).
Sementara itu, menurut Juniver Girsang dari Dewan Pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia menuturkan perlunya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menurutnya sudah tidak relevan untuk digunakan pada masa sekarang.
“Mau tidak mau, KUHP itu harus direvisi, karena itu tidak pernah dirubah sama sekali sejak jaman kolonial di Indonesia. Itu kan warisan Belanda. Diharapkan nantinya dari revisi itu tercipta suatu hukum universal yang adil bagi seluruh bangsa Indonesia,” katanya.
Selain itu, ditanya mengenai UU nomor 20 tahun 2001 soal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia, Juniver mengatakan bahwa sistem yang ada di dalam UU tersebut sudah tepat.
“Tetapi yang menjadi masalahnya adalah bagaimana pembagian tugas antara penegak hukum, baik itu jaksa, kepolisian, KPK, ini yang harus segera dibenahi. Mereka harus bersinergi dan tidak boleh berdiri sendiri-sendiri. Mereka menurut saya saat ini masih menonjolkan egoisme masing-masing,” pungkasnya. (dop)
Teks Foto:
– T.J Gunawan penulis buku “Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi”
Foto: Dodi suarasurabaya.net