Maraknya peredaran ijazah palsu imbas dari perilaku masyarakat yang masih gila gelar sehingga masyarakat menjadi sasaran empuk bagi perguruan tinggi palsu.
Prof. Dr. Daniel M. Rosyid Phd Penasehat Dewan Pendidikan Jawa Timur mengatakan, kasus ini sebenarnya sudah lama terjadi misalnya banyak orang yang tiba-tiba mendapat undangan wisuda dan diharuskan membayar biaya sekian juta.
“Memang ada yang membuat perguruan tinggi palsu yang tidak punya izin dan kampus tapi bisa cetak ijazah. Ini akibat respon pasar yang masih gila gelar,” katanya.
Selama ini, lanjut dia, masyarakat masih memandang tinggi sebuah gelar sehingga mereka penjadi sasaran empuk. Masyarakat tersebut cenderung tidak percaya diri dan perlu pengakuan sehingga mau melakukan apapun untuk mendapatkan gelar.
Prof. Dr. Daniel menjelaskan, saat ini orang menjadi bingung antara kompetensi dan ijazah karena pendidikan formal terlalu menonjol. Sedangkan pendidikan informal dinilai tidak sebaik pendidikan formal yang memicu orang mengejar ijazah.
Di sisi lain, banyak sektor pekerjaan seperti IT yang tidak mementingkan ijazah tapi yang penting sertifikat keahlian. Sertifikat lebih relevan daripada ijazah, tapi masih banyak syarat formalistik misalnya PNS yang memerlukan ijazah.
Dengan berkembangnya media internet, kata dia, pengendalian peredaran ijazah palsu makin sulit dilakukan. Meskipun Menristek Dikti dibantu oleh Kopertis, saat ini saja jumlah perguruan tinggi swasta mencapai 3-4 ribuan. Sedangkan perguruan tinggi palsu yang tidak terdaftar bisa muncul sewaktu-waktu dan hilang sewaktu-waktu.
“Akhirnya kita tidak akan bisa mengandalkan sistem formal dikti untuk meradari semua gerakan perguruan tinggi palsu ini karena akan sulit. Parahnya yang aneh, kenapa ada orang yang cukup tidak waras mau mendapatkan gelar seperti itu,” ungkap dia.
Dengan kasus ini, lanjut dia, diharapkan syarat formalistik tidak lagi mengisyaratkan ijazah secara ketat. Saat ini sudah terjadi inflasi gelar sarjana dan perusahaan yang tahu serta cermat pasti akan mulai mengurangi syarat-syarat formalistik.
“Pencegahan harus dilakukan agar oknum-oknum seperti ini bisa kena ciduk. Kalau tidak kita waspadai penyakit gila gelar ini, kita akan rugi banyak. Orang yang kompeten tidak direkrut tapi orang yang tidak kompeten dan hanya punya ijazah yang malah direkrut,” pungkas dia. (dwi/tok)