Desakan Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP agar KPU tetap berpegang pada SK Menkkumham untuk parpol peserta Pilkada serentak saat menyambangi kantor KPU, merupakan bentuk intervensi kekuasaan dan arogansi dari partai penguasa.
Demikian disampaikan Bambang Soesatyo Bendahara Umum Partai Golkar. Menurutnya, Hasto lupa bahwa tidak ada jaminan PDIP pada pemilu 2019 mendatang bisa memenangkan kembali permainan.
“Kami ingatkan Hasto sebagai Sekjen PDIP jangan bertindak dan bersikap seperti pemilik tunggal bangsa ini. Jangan mentang-mentang sebagai partai penguasa bertindak dengan pendekatan kekuasaan,” tegas Bambang di Jakarta, Selasa (12/5/2015).
Dia mengaku setuju kalau dasarnya SK Menkumham. Tapi persoalannya kalau SK Menkumhanm itu sendiri bermasalah dan ditunda pemberlakuannya oleh pengadilan melalui putusan sela dan tengah proses hukum di pengadilan negeri. bagaimana?
“Hasto jangan pura-pura bodoh tidak mengerti hukum. Saya yakin Hasto tidak buta dan tuli sehingga pura-pura tidak tahu bahwa Munas Golkar yang diselenggarakan di Ancol itu adalah munas jadi-jadian dengan peserta abal-abal yang manipulatif dan penuh rekayasa.” paparnya.
Faktanya, lanjut Bambang, kasus mandat palsu munas Golkar jadi-jadian di Ancol tersebut sudah naik ke tingkat penyidikan di Bareskrim Mabes Polri. Ada tersangkanya, ada alat buktinya dan ada peristiwanya. Bahkan sebentar lagi P-21.
Lebih dari itu, kata Bambang, hingga saat inipun yang namanya DPP Golkar kubu Ancol itu tidak memiliki DPD tk-I dan DPD tk-II. Hampir seluruh DPD-I Golkar menolak kepemimpinan Munas Ancol.
Bambang juga yakin Hasto paham bahwa akibat kebijakan Yasona H Laoly Menkumham mengeluarkan SK yang mengesahkan kubu Ancol dengan dasar keputusan Mahkamah Partai Golkar yang dimanipulasi dan melanggar UU Partai Politik sebagaimana kesimpulan komisi III DPR saat RDP dengan Menkumham beberapa waktu lalu, DPR akan mengambil langkah penggunaan Hak Angket Pelanggaran UU dan intervensi pemerintah terhadap Parpol pada masa persidangan pekan depan.(faz/ipg)