Pemerintah Jawa Timur mendesak Pemerintah Pusat bisa mengakui sistem pendidikan pesantren masuk standar pendidikan formal sehingga santri lulusan pesantren bisa disejajarkan dengan pelajar pendidikan formal lainnya.
“Saya tadi membaca pidatonya Pak Menteri, sayangnya untuk pendidikan pesantren hingga kini belum disentuh sama sekali,” kata Soekarwo, Gubernur Jawa Timur, usai memimpin upacara Hari Pendidikan Nasional di Gedung Negara Grahadi, Sabtu (2/5/2015).
Di Jawa Timur saat ini ada 900 ribu lebih pelajar pesantren yang tidak diakui pemerintah. Bahkan pemerintah pusat memasukkan 900 ribu pelajar pesantren ini masuk kategori buta huruf.
Padahal, 900 ribu santri tersebut sejatinya bisa membaca dan menulis, bahkan mayoritas dari mereka juga menguasai bahasa asing berupa Bahasa Arab.
“Sayanya sesuai PP 55 tahun 2007, sekolah agama memang harus memasukkan empat pelajaran agar tak perlu pake A, B, dan C yaitu pendidikan Kewarganegaranaan, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS,” kata Soekarwo.
Karena pesantren tak memasukkan empat pelajaran itulah menjadikan negara hingga kini masih mengganggap jika pendidikan di pesantren masih belum standar sehingga para santripun masih dimasukkan dalam kategori buta huruf. Soekarwo mengatakan, peringatan hari pendidikan nasional kali ini harusnya menjadi tonggak pengakuan dari negara akan pendidikan bagi pesantren.
Sementara itu, meski pemerintah pusat tak kunjung memperhatikan pesantren, pemerintah Jawa Timur sejak beberapa tahun lalu sudah melakukan beberapa program diantaranya mensertifikasi guru pesantren dengan membantunya bersekolah di perguruan tinggi.
“Target kita membantu 10 ribu guru kuliah di perguruan tinggi dan saat ini sudah sembilan ribu guru pesantren yang sudah kita sekolahkan S1,” ujarnya.
Sementara itu, upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional di Grahadi sendiri berlangsung meriah dan menampilkan aneka karya dari pelajar SMK se Jawa Timur. Selain itu, berbagai tarian dan paduan suara juga mewarnai peringatan Hari Pendidikan nasional kali ini. (fik/ipg)