Hari ini DPR menggelar Konferensi Parlemen Asia Afrika. Peserta adalah seluruh pimpinan Parlemen se Asia Afrika. Hadir juga para duta besar dan para diplomat asing.
Pada saat Setya Novanto ketua DPR RI memberikan sambutan, ia menggunakan bahasa Indonesia. Disusul kemudian Joko Widodo Presiden juga berpidato dalam bahasa Indonesia. Tetapi, giliran Susilo Bambang Yudhoyono presiden RI ke 6 yang menjadi pembicara utama, ternyata justru menggunakan bahasa Inggris.
Akibatnya, banyak wartawan yang meliput di gedung Parlemen malas membuat berita dari pidato SBY tersebut.
“Kami itu bukan tidak paham bahasa Inggris, tapi, kami ingin para petinggi negara ini memberi contoh atau teladan pada generasi muda untuk menghargai bahasa sendiri. Apalagi, dalam UU sudah ditegaskan bahwa para pejabat negara harus menggunakan bahasa Indonesia di berbagai kesempatan.” ujar Jaka Suryo mantan ketua koordinatoriat wartawan parlemen, di gedung DPR, Kamis (23/4/2015).
Gusti Lesek wartawan senior dari Suara Pembaruan juga mengkritisi, karena SBY dulu pernah mendapat penghargaan sebagai penutur bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Kan SBY dulu pernah dapat penghargaan dari Pusat Bahasa sebagai penutur bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tapi sekarang justru dia lebih suka berbahasa Inggris.” papar Gusti.
Sekedar diketahui, soal pidato resmi pejabat negara yang menggunakan bahasa Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Pasal 28 menyatakan, “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri”.
Lalu, Pasal 32 Ayat 1 UU 24/2009 menyatakan, “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia.”
Pasal 2 UU itu juga menegaskan, “Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri”.
“Kalau kita ke negara lain, ke Prancis, Jepang, Korea atau China, para pejabat negara di sana tidak akan gunakan bahasa asing dalam berbagai pertemuan internasional. Presiden Jokowi dan Ketua DPR sudah lalukan itu saat ini dan patut diapresiasi,” tandas Jaka.
Sejumlah wartawan lain yang sehari-hari meliput di DPR juga mengatakan hal senada. Mereka mengaku kecewa melihat elite negara ini yang tidak menghargai bahasanya sendiri.
“UU Bahasa sudah ada, tetapi coba lihat apa yang dibuat elite bangsa ini? Mereka tidak mengindahkan UU yang ada. Padahal SBY sendiri yang menandatangani UU ini,” kata salah satu wartawan senior yang tidak mau disebutkan namanya.(faz/rst)