Dari 246 kasus kekerasan pada tahun 2014 terhadap perempuan di Jawa Timur, sebanyak 87% atau 214 kasus merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kompol Yasinta Mau Kanit Perempuan dan Anak Ditreskrim Polda Jatim mengatakan, jumlah KDRT tinggi karena di antaranya terdapat adat patriarki yang dianut masyarakat dan faktor ekonomi atau kemiskinan.
Dibandingkan kekerasan lain, seperti kekerasan seksual atau psikologis, KDRT paling banyak. Jumlah kasus yang dilaporkan 214. Dalam diskusi “Preventing Violence Against Women: Epidemic of Silence” di Konjen AS Surabaya, Selasa (31/3/2015) malam, Yasinta menjelaskan, jumlah tersebut yang hanya dilaporkan di 9 Polres. Dia yakin data itu masih dipermukaan.
“Kalau semua kasus kekerasan dilaporkan ke seluruh Polres di Jatim, jumlahnya lebih tinggi,” ungkapnya pada Maria Mursyid Radio Suara Surabaya.
Kemiskinan jadi pemicu KDRT pada perempuan juga diakui Maryani Zainal Pendiri Pusat Krisis Cahaya Mandiri yang berbasis masyarakat. Maryani yang biasa melakukan pendampingan pada kasus-kasus sosial di masyarakat mengatakan, seringkali korban tidak mau melapor, karena takut dengan konsekuensinya. Misalnya diceraikan atau dapat tekanan.
Dalam diskusi itu, Yasinta mengajak semua masyarakat peduli dan sensitif pada semua tindak kekerasan yang ada disekitar mereka. Termasuk kekerasan pada anak. Pengawasan tindakan ini bukan hanya kewajiban aparat penegak hukum, tapi juga keluarga, masyarakat dan pemerintah.(rea/ipg)