Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga ke angka Rp13 ribu per dolar mengakibatkan para importir harus memutar otak.
Bambang Sukadi, Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) wilayah Jatim mengatakan, bagi importir melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah devaluasi.
“Uang yang harus kita bayarkan jumlahnya bertambah sehingga nantinya akan mempengaruhi harga jual barang di pasaran,” kata Bambang kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (11/3/2015).
Kenaikkan harga barang di pasaran baru akan dirasakan oleh masyarakat dua sampai tiga bulan mendatang.
“Harga barang yang sekarang sudah beredar di pasaran itu kan harga lama. Dua samapai tiga bulan lagi baru naik karena 85 persen barang yang diimpor adalah bahan baku untuk produksi,” katanya.
Bambang mengatakan para importir hanya bisa wait and see karena tetap harus mengimpor bahan baku karena berpengaruh langsung pada proses produksi.
“Kami maunya harga bahan baku tetap stabil walau dolar naik turun, tapi kenyataannya kan tidak seperti itu. Belum lagi harga listrik dan tenaga kerja juga naik,” kata Bambang.
Terkait menguatnya rupiah terhadap Euro, Bambang menilai hal itu tidak terlalau memberi pengaruh.
“Rupiah menguat terhadap Euro atau mata uang lain selain dolar tidak memberi pengaruh karena dunia internasional menggunakan dolar,” katanya (iss/ipg)