Direktorat Jenderal Pajak tidak main-main dalam melakukan penertiban para wajib yang mangkir dari kewajibannya untuk membayar pajak. Penunggak pajak yang memiliki hutang pajak sedikitnya Rp100 juta, akan dilakukan peyanderaan (gijzeling).
Ken Dwijugiasteadi Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I megatakan, pihaknya tidak akan tebang pilih dalam melakukan penertiban para penunggak pajak yang tidak ada itikad baik untuk melunasi kewajibannya.
“Kami tidak akan tebang pilih dalam melakukan hal ini (penyendaraan-red),” kata Ken Dwijugiasteadi kepada wartawan, Selasa (3/2/2015) di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas I Surabaya di Sidoarjo.
Dia menjelaskan, penyanderaan wajib pajak akan dilakukan ketika pajaknya atau tunggakannya sudah incracht (mempunyai kekuatan hukum tetap). Ketetapan incracht menunggu tiga tahun, tiga bulan, 21 hari sejak pembayaran pajak yang seharusnya dilakukan oleh wajib pajak.
“Memang prosesnya yang cukup lama. Jika sudah incracht, penanggung pajak akan dibawa untuk disandera dan untuk di Jatim di titipkan di Lapas kelas I Surabaya, dan Lapas Malang,” ujarnya.
Dari data yang ada, kata Ken, pada 2009, Kanwil DJP Jawa Timur I telah melakukan penyanderaan satu wajib pajak. Pada 2014, Wajib Pajak yang diusulkan oleh Kanwil DJP Jawa Timur I dan telah disetujui untuk disandera sebanyak tujuh Penanggung Pajak, dengan nilai utang pajak yang sudah incracht (mempunyai kekuatan hukum tetap) sebesar Rp8,12 miliar.
“Saat ini baru tiga penanggung pajak yang kami sandera. Masih ada beberapa lagi yang akan dijemput untuk di sandera,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Ditjen Pajak menyandera (gijzeling) tiga orang penanggung pajak di wilayah Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Timur I. Ketiganya yaitu pasangan suami isteri IS dan OHL, serta KMS.
Satu orang dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surabaya yang berada di Porong, dan dua dibawa ke Lapas Sukun Malang, karena telah menunggak pajak ratusan hingga miliaran rupiah. (wak/ipg)