Kalangan penyandang tunanetra mengharapkan pengusaha bioskop memberikan aksesibilitas mereka untuk dapat menonton film yang diputar sebagaimana yang bisa dinikmati masyarakat pada umumnya.
Antara melansir, Bambang Basuki Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra di Jakarta, Selasa (20/1/2015), menyatakan selama ini para penyandang tunanetra menjadi masyarakat yang “terekslusi” atau tersisih di semua bidang di masyarakat termasuk seni.
“Seharusnya kami bisa menikmati seni bahkan menjadi pelaku seni,” kata pria yang juga penyandang tunanetra itu.
Dia mengungkapkan salah satunya di dunia hiburan, para penyandang tunanetra berhak untuk bisa menikmati film-film yang diputar di gedung bioskup dengan leluasa.
Namun demikian, tambahnya, kalangan tunanetra untuk dapat menikmati film-film di bioskop masih harus bergantung adanya pendampingan dari orang lain guna menceritakan visualisasi di layar.
Sementara itu, lanjutnya, tidak semua orang bersedia menjadi pendamping bagi kalangan tunanetra untuk menikmati hiburan menonton film di bioskop.
“Padahal hiburan merupakan hak dasar bagi setiap manusia termasuk kalangan tunanetra,” katanya.
Oleh karena itu, Bambang menyatakan agar tidak bergantung pada pendamping dan dapat menikmati film, maka pengelola bioskop dapat memberikan aksesibiltas penyandang tunanetra.
Aksesibilitas tersebut, menurut dia, berupa penyediaan alat audio yang mampu mendeskripsikan adegan visiual dalam film dalam bentuk perangkat dengar atau “headset” .
Irma salah seorang instruktur di yayasan tersebut menyatakan, pengalamannya menonton film di luar negeri, para pengelola bioskop sudah menyedikan peralatan yang disebut “audio deskripsi” itu.
“Dengan demikian kemandirian kami sebagai tunanetra tetap ada tanpa harus mengajak pendamping yang membisiki setiap adegan dan bisa menikmati film secara utuh,” katanya.
Sebelumnya akhir pekan lalu di gelar program “bioskop bisik”, yakni menonton bareng film layar lebar untuk kalangan tuna netra di Galeri Indonesia Kaya.
Kegiatan yang diprakarsai Think Web dan Fency tersebut melibatkan 40 orang penyandang tunanetra dan memutar film “Janji Joni” karya sutradara Joko Anwar.
Untuk dapat menikmati film tersebut setiap penyandang tunanetra didampingi satu orang sukarelawan yang akan membisikkan adegan visual di film tersebut.
Bambang Basuki menyatakan, saat ini jumlah penyandang tunanetra sekitar 1,5 persen dari populasi penduduk Indonesia, dan jika mereka diberikan aksesibilitas dalam menonton film maka bisa menjadi pasar potensial bagi industri perfilman nasional.
Sutradara film Joko Anwar menyambut positif permintaan kalangan penyandang tunanetra untuk diberikan aksesibilitas dalam menyaksikan film layar lebar.
“Tidak terlalu mengeluarkan dana yang besar untuk peralatan audio deskripsi tersebut, sehingga pengusaha bioskop dapat menyediakannya,” katanya. (ant/dop/ipg)