Puluhan warga korban lumpur Lapindo tetap akan melakukan aksi blokade di titik 42 Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Sebab, warga menilai kalau saat ini tanahnya di titik 42 merupakan aset mereka yang belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya.
Juwito, warga korban lumpur Lapindo asal Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, menilai awalnya ada indikasi permainan antara polisi dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Setelah melakukan pengecekan pada pihak kepolisian hasilnya aparat kepolisian yang melakukan penjagaan di sekitar kolam penampungan tanggul Lapindo tidak ada pembongkaran sama sekali.
“Warga korban lumpur Lapindo seperti diadu domba dan selalu dibenturkan dengan aparat kepolisian. Jangan-jangan ini permainan BPLS,” kata Juwito kepada wartawan, usai melakukan aksi di tanggul titik 42 Desa Besuko Kecamatan Jabon, Sidoarjo, Kamis (11/12/2014).
Juwito menambahkan, BPLS mengaku kalau kondisi kolam penampungan sudah tidak memungkinkan, melihat lumpur terus meluap, membuat debit volume lumpur meningkat. Memungkinkan akan membahayakan kondisi tanggul, karena kritis jika tidak dilakukan pengerjaan peninggian tanggul dan pengerukan lumpur membuat alur lumpur campur air dibuang ke Sungai Porong.
“Itu semua hanya akal-akalan dari BPLS saja, agar bisa melakukan pengerjaan. Jadi warga akan tetap melakukan blokade di titik 42, sampai ada pelunasan pembayaran ganti rugi,” ujar dia.
Apabila nantinya akan ada pembongkaran, warga korban lumpur akan memberikan perlawanan. “Sampai kapanpun akan dipertahankan. Karena ini merupakan aset milik korban lumpur yang belum dibayar,” terang dia. (riy/ipg)
Teks Foto :
– Warga korban lumpur yang melakukan aksi unjuk rasa di tanggul kolam penampungan lumpur lapindo titik 42 Desa Besuki Kecamatan Jabon, Sidoarjo.
Foto : Bruriy Susanto suarasurabaya.net