Rini Soemarno Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan, PT Freeport Indonesia (Freeport) akan memiliki pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dengan kapasitas mencapai empat juta ton konsentrat tembaga per tahun di Gresik, Jawa Timur.
“Jadi smelter itu, kan, sekarang sudah ada (pembangunan) di Gresik satu juta ton. Kami akan tambah lagi di Gresik sampai empat juta ton,” kata Rini di Tambang Grasberg bawah tanah, Mimika, Papua, dikutip Antara, Minggu (28/7/2019).
PT Freeport Indonesia, yang 51 persen sahamnya sekarang sudah dimiliki BUMN dan pemerintah daerah Papua, memang sedang membangun smelter di Gresik. Targetnya, smelter itu akan beroperasi pada 2022 mendatang.
Perlu diketahui, sampai Februari 2019 lalu, progres pembangunan smelter Freeport di Gresik baru 3,86 persen. Investasi untuk pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian itu mencapai 2,8 miliar dolar AS.
Rini berharap Freeport juga membangun smelter di Papua. “Tentunya kami juga berharap, kami ingin bangun juga smelter di Papua,” katanya.
Pembangunan smelter ini merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba). Supaya tidak mengekspor bahan mentah, perusahaan tambang wajib melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk hasil pertambangan.
Melalui tim pengawasan independen (independent verificator), pemerintah akan mengevaluasi progres pembangunan smelter dalam rentang waktu enam bulan sekali. Jika tidak mencapai target yang ditentukan setiap enam bulan, izin ekspor perusahaan itu akan dicabut.
Tony Wenas Presiden Direktur PT Freeport Indonesia mengatakan, lahan untuk smelter sudah siap. Pihaknya sedang melakukan finalisasi Front End Engineering Design (FEED).
Dia membenarkan, sampai awal 2019 lalu perkembangan pembangunan smelter di Gresik itu baru mencapai 3,86 persen karena belum memasuki tahap konstruksi. Dia menegaskan, persentase itu masih sesuai rencana.
Menurut Tony, dalam tahap kurva S (rencana) seperti sekarang ini, proses pembangunan smelter memang belum terlihat signifikan. Namun begitu sudah masuk tahap konstruksi, progresnya akan lebih cepat.
Sekadar mengingatkan, sejak akhir 2018 lalu Indonesia secara sah memiliki 51 persen saham Freeport setelah BUMN PT Indonesia Asahan Analum (Inalum) menyepakati persetujuan penjualan dan pembelian (Sales Purchase Agreement/SPA) dengan Freeport Mcmoran Inc dan Rio Tinto.
Saat ini, menurut data PT Freeport Indonesia, kepemilikan PT Freeport Indonesia adalah 26,24 persen milik PT Inalum, 25 persen PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) dan 48,76 persen Freeport McMoran Inc.(ant/den)