Kawasan hutan di lereng Gunung Semeru rentan terbakar hingga saat ini. Hal itu disebabkan, faktor alam yang terus mengintai. Yakni, adanya potensi guguran lava pijar dari puncak Kawah Jonggring Saloko yang sewaktu-waktu bisa menyulut kawasan hutan yang ada di bawahnya.
Dari pantauan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang, api diam teramati “menggantung” di puncak Kawah Gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut.
Hendro Wahyono Kepala Bidang Pencegahan, kesiap-Siagaan dan Logistik BPBD Kabupaten Lumajang ketika dikonfirmasi Sentral FM, Senin (3/11/2014) mengatakan, ketika melakukan penanggulangan kebakaran hutan di lereng Gunung Semeru, Minggu (2/11/2014) dinihari, teramati jelas api diam yang “menggantung” pada ketinggian 3.676 meter diatas permukaan laut tersebut.
“Api diam itu sewaktu-waktu bisa meluncur turun dalam bentuk guguran lava pijar. Ketika meluncur turun, maka potensi kebakaran besar akan terjadi. Apalagi, saat ini musim kering dengan tanaman yang mengering mudah untuk terbakar,” katanya.
Jika terjadi kebakaran, lanjutnya, yang berpotensi bahaya adalah ketika api merembet ke wilayah pemukiman.
“Kami tetap mengimbau warga untuk waspada jika terjadi kebakaran hutan di Semeru. Untuk itu, kesiap-siagaan dan kewaspadaan perlu ditingkatkan lagi,” lanjutnya.
Seringnya terjadi luncuran lava pijar belakangan ini yang memicu terjadinya kebakaran hutan di lereng Gunung Semeru itu, tambah Hendro, sesuai hasil koordinasi dengan pihak vulkanologi di Pos Pengamatan Gunung Api Gunung Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro tidak mengubah status dari waspada Level II.
“Sesuai pengamatan seismik 24 jam terakhir yang dilaporkan vulkanologi ke BPBD Kabupaten Lumajang, tercatat terjadi gempa hembusan sebanyak 19 kali, letusan sebanyak 44 kali, 5 kali tremorharmonik dan 1 kali tektonik,” terang Hendro.(her/ono/ipg)
Teks Foto :
– Potret api diam di puncak Gunung Semeru yang menjadi pemicu kebakaran hutan.
Foto : Sentral FM