Sabtu, 23 November 2024

Raih Doktor Ilmu Fisika, Teliti Medan Listrik untuk Pengobatan Kanker Otak

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Anis Nismayanti (bekerudung) usai melaksanakan sidang dan meraih Doktor Ilmu Fisika dari Departemen Fisika, Fakultas Sains ITS Surabaya. Foto: Humas ITS

Anis Nismayanti sukses lakukan penelitian mengenai terobosan pengembangan teknologi memanfaatkan medan listrik sebagai metode pengobatan kanker otak, raih Doktor Ilmu Fisika pertama yang mengangkat topik fisika medik dalam disertasinya di Departemen Fisika, Fakultas Sains, Institut Teknologi Seputuh Nopember (ITS).

Anis dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude setelah digelar sidang terbuka promosi doktor yang dipimpin oleh Hamzah Fansuri SSi MSi PhD di Ruang Theater B Departemen Fisika ITS.

Disertasi karya Anis berjudul: Wire Mesh Tomografi untuk Kuantifikasi Distribusi Intensitas Medan Listrik Pada Sistem Perencanaan Terapi Ecct (Electro Capacitive Cancer Therapy) Pada Kanker Otak.

Pada sidang tersebut, Anis mengatakan bahwa selama beberapa dekade terakhir, kanker telah menjadi salah satu penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit kardiovaskular. Namun, pengobatan kanker yang sudah ada baik melalui operasi, radioterapi ataupun kemoterapi masih belum optimal.

“Karena pengobatan kanker tersebut menimbulkan efek samping negatif dan berdampak sangat kuat terhadap pasien, sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang mengakibatkan kesakitan dan kematian,” terang Anis.

Metode pengobatan kanker yang memanfaatkan medan listrik yang dikenal dengan Electro Capacitive Cancer Therapy (ECCT), papar Anis menjadi terobosan baru dalam pengembangan teknologi pengobatan kanker, karena aman dan efektif ketika diterapkan pada kultur sel, model kanker hewan.

Metode ECCT ini bekerja dengan memberikan medan listrik dengan arus kecil berfrekuensi menengah selama beberapa waktu. “Sehingga dapat menghambat proses pembelahan sel kanker dan menghancurkan sel kanker ketika sel tersebut membelah diri,” ujar Anis yang lahir pada 1984 ini.

Anis yang juga berprofesi sebagai dosen di Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah ini menambahkan bahwa kunci keberhasilan ECCT adalah perhitungan dan pengukuran distribusi medan listrik secara akurat di daerah tumor atau terapi.

Namun sejauh ini masih belum ada metode yang cukup akurat untuk melakukan hal tersebut. “Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memberikan solusi permasalahan tersebut,” kata Anis.

Wire Mesh Tomography, menurut Anis, memiliki fitur yang menonjol untuk mengukur distribusi medan listrik sebagai validasi simulasi numerik di Treatment Planning System (TPS) atau sistem perencanaan terapi ECCT.

Sehingga sensor ini menjadi pilihan untuk mendapatkan secara presisi dan akurat intensitas medan listrik pada tiap titik persilangan kawat dalam bentuk tomografi dua dimensi dengan menggunakan sebuah fantom, yakni sebuah alat yang menyerupai jaringan tubuh khususnya kepala dengan sel kankernya secara tiga dimensi.

Sampai saat ini, wire mesh sensor (WMS) yang digunakan untuk mendeteksi sebaran ukuran bubble dalam aliran fluida ini memiliki kelemahan saat ada sumber tegangan luar lain yang diberikan pada sistem, sehingga menyebabkan pembacaan sinyal pada kawat receiver terganggu.

Maka dalam penelitian ini, Anis menghadirkan metode baru untuk mendapatkan data pengukuran dengan menjadikan semua cabang kawat bertindak sebagai receiver dan pembacaan data tiap titik persilangan kawat diselesaikan dengan rekonstruksi.

Perempuan asal Palu yang sudah melakukan penelitian ini sejak 2015 tersebut membuat rekonstruksi citra menggunakan algoritma bilinear interpolasi untuk kuantifikasi distribusi intensitas medan listrik pada jaringan tubuh manusia tiruan.

Lalu, pendeteksian distribusi intensitas medan listrik pada alat terapi kanker ECCT telah dilakukan menggunakan sensor microstripline patch pada medium udara. Tetapi, lanjut Anis, sensor ini belum mampu melakukan pengukuran pada sebuah fantom.

“Sehingga WMS yang ditanam pada fantom akan mendapatkan kuantifikasi distribusi intensitas medan listrik pada alat terapi kanker ECCT. Sehingga sistem perencanaan terapi ECCT lebih optimal,” tambah Anis.

Dipromotori oleh Dr rer nat Triwikantoro MSc, Dr Warsito Purwo Taruno M Eng dan Endarko PhD, Anis mengatakan penelitian ini juga bisa diterapkan untuk terapi yang menggunakan medan listrik secara umum.

Anis berencana untuk merealisasikan hasil penelitiannya ini dengan langkah awal melakukan pendekatan secara personal kepada dokter yang terbuka terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.(tok/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
29o
Kurs