Membangun sebuah kepercayaan antara media dengan masyarakat tidaklah mudah dan harus belajar dari sebuah pengalaman. Hal itulah yang dilakukan radio Suara Madiun saat berkunjung ke Radio Suara Surabaya pada Kamis (16/10/2014).
“Kita berkunjung untuk Ngangsu Kawruh (istilah Jawa yang artinya menimba ilmu), karena SS sudah menjadi sebuah kebutuhan masyarakat, kalau saya di Surabaya, saya akan memutar SS karena tahu informasi jalanan yang macet. Sedangkan di Madiun, kondisinya beda dengan Surabaya, kita masih dalam taraf mencari pendengar dan pengembangan program,” kata Heri Suwartono Direktur Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Suara Madiun.
Selain itu, yang menjadi tantangan bagi Suara Madiun adalah dengan adanya kemajuan media di era persaingan saat ini yang membuat radio semakin jarang di dengar dan dilupakan.
“Kita mencoba tetap eksis di tengah era persaingan pasar, dengan mengarahkan mindset masyarakat, agar butuh radio dan bukan radio yang butuh masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Juvita penanggung jawab radio Suara Madiun mengaku, meski sudah mengemas beberapa program acara yang meliputi cakupan informasi kesehatan, wanita, pendidikan, budaya, dengan beragam, masyarakat Madiun masih belum tertarik dalam situasi permasalahan disekitarnya.
“Terkadang, image pendengar di Madiun saat kita suguhkan interaksi, mereka cenderung menghindar dan menganggap radio itu sebagai hiburan, saat dibuka program request justru makin banyak,” kata Juvita.
Dalam kunjungannya kali ini, mereka banyak pelajaran dari SS mengenai sistem produksi, team work, penataan program, serta content.
“Kita sudah dapat pelajaran berharga bagaimana caranya agar jurnalistik radio tidak berpihak pada apapun. Pandangan jurnalistik saat ini bad news is goodnews, kalau di SS justru reality show yang menampilkan fakta-fakta sebenarnya serta bagaimana menghasilkan solusi yang diterima masyarakat,” tutupnya.(ono/rst)
Teks Foto :
– Heri Suwartono dan Juvita saat diwawancarai melalui on air di Suara Surabaya.
Foto : Triono suarasurabaya.net