Apa yang anda bayangkan jika ditanya tentang Gunung Bromo ? Jawabannya pasti tentang kepulan asap dari Kawah Bromo dengan latar belakang Gunung Semeru yang juga aktif mengeluarkan asap. Tak hanya itu, memori anda pasti juga akan menggambarkan adanya Gunung Batok, serta segara wedi atau Lautan Pasir.
Ya gambaran itu memang masuk akal karena hampir semua angle terbaik foto Bromo pasti diambil dari posisi titik Penanjakan (titik tertinggi di sekitar Bromo), dan menghasilkan bingkai empat objek sekaligus yaitu aktifitas Gunung Bromo, Semeru, Gunung Batok dan Lautan Pasir.
Angle menakjubkan ini ternyata sudah ditemukan sejak dulu kala. Adalah Jean Demmeni, seorang juru foto yang memulai menciptakan angle menakjubkan ini. Hidup antara tahun 1866-1939, sang fotografer bukanlah orang sembarang. Jepretan keindahan Bromo, kini telah ditiru oleh jutaan fotografer lainnya.
Meski bernama Prancis, Jean Demmeni lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 1866. Ayahnya, Henri Demmeni adalah orang Perancis dan berdinas di ketentaraan Hindia Belanda dengan pangkat Generaal Majoor atau setara dengan Kolonel sekarang. Ibunya, Christina Ramers, berasal dari Madura dan keturunan Indo-Belanda.
Jean sendiri mengenyam pendidikan di Belanda. Kembali ke tanah air pada tahun 1888, Jean lantas berdinas di militer Belanda pada seksi topografi. Pada tahun 1894 Jean resmi diangkat sebagai juru foto militer yang bertugas mengabadikan objek-objek menakjubkan di belahan tanah air.
“Hasil karya Jean ini awalnya untuk pelajaran sekolah anak Belanda guna mengenal negara jajahan mereka,” kata Liong Hauw Ming, Pengelola Kartini Collection, sebuah lembaga yang khusus mengoleksi benda-benda antik nan kuno.
Menurut Hauw Ming, jepretan Jean tentang keindahan Bromo inilah yang kini menjadi inspirasi bagi para fotografer untuk mendapatkan angle yang sama. “Setelah Jean Demmeni membuat foto Bromo, semua angelnya Bromo hingga saat ini sama. Semua meniru anglenya Jean,” ujar Hauw Ming.
Selain Bromo, selama berdinas, Jean juga berhasil mengabadikan ribuan objek dari belahan nusantara. Dari beragam jepretan itu, 150 objek asli kini berhasil dimiliki Kartini Collection.
Salah satu jepretan Jean yang juga legendaris adalah “Reruntuhan Candi Budha Borobudur, Jawa”. Di Foto itu, Jean berhasil mengabadikan Borobudur “berpayung”, sebuah objek yang kini tak bisa lagi ditemukan di Borobudur. Bahkan fotografer sekelas Kassian Cephas, yang merupakan pelopor fotografi Indonesia dan hidup di jaman Jean, tak memiliki foto Borobudur seperti yang dimiliki Jean. Padahal Cephas setidaknya juga dikenal karena memiliki koleksi foto Borobudur tertua yang dia ambil pada tahun 1845-1912.
Foto Borobudur “berpayung” karya Jean, diperkirakan diambil ketika candi Budha terbesar itu sedang dalam proses restorasi antara 1907-1911. Selain unik, foto Borobudur milik Jean ini terbilang cukup langka. Apalagi, dari ribuan karyanya, memang sangat sedikit yang mengabadikan objek candi.
Bahkan dari 150 karya yang kini dikoleksi Kartini Collection, hanya ada tiga candi yang diabadikan Jean, selain Borobudur, Jean juga hanya memiliki koleksi foto Candi Mendut dan sebuah Pura yang ada di Bali.
Dan kini, foto-foto koleksi Jean akan kembali dipamerkan di Spazio Surabaya dengan tema : “Jean Demmeni (1866-1939) Portrait of Life, Moves and Works, a Collective memory of the past“. Dalam pameran kali ini 150 foto jepretan Jean Demmeni akan dipamerkan. Intiland mengemas acara ini dalam tema Mooi Indie, Indonesia yang cantik.
Menurut Haw Ming, pameran ini adalah yang ketiga setelah pada 2008 silam juga sempat dilakukan pameran di Erasmus Huis, Jakarta; kemudian pada Mei 2014 silam juga digelar acara serupa di Rumah Topeng Setiadharma, Bali. Jika pameran pertama lebih fokus pada sosok sang fotografer, dan pameran kedua fokus pada objek fotonya. Kini pameran ketiga akan fokus di keduanya.
Foto-foto yang dipamerkan sendiri merupakan karya Jean Demmeni yang didapatkan Kartini Collection dari Watse Heringa, kolektor Belanda. Foto-foto ini awalnya dilelang untuk mencari dana guna merenovasi sebuah perpustakaan kota di Belanda.
Awalnya, Haw Ming juga tak begitu tertarik atas foto-foto ini. Tapi karena bisa mendapatkan komplit dalam satu paket yang berjumlah 150 foto, Haw Ming tak ragu lagi, apalagi foto-foto ini juga dilengkapi dengan asal usul yang jelas dengan nilai kesejarahan yang cukup tinggi. Dan kini, foto-foto itu telah ada di Nusantara untuk kembali di pamerkan di Spazio, Surabaya.
Pameran sendiri akan digelar pada mulai tanggal 3-14 Oktober 2014. Selain pamer foto, kegiatan ini juga akan dilengkapi dengan seminar street fotografi, seminar fotografi era pra kemerdekaan, serta aneka hiburan diantaranya simpony orcestra, serta keroncong anak muda. (fik)
Teks Foto :
-Karya Jean Demmeni berjudul “Dapur pribumi” atau warung yang diambil di sebuah lokasi di Jawa Barat.
Foto : Repro.