Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya meminta kepada para petani untuk tetap memperhatikan kualitas produk pertanian disaat keterbatasan akan minimnya lahan pertanian.
“Meski lahannya kecil, kita harus punya kualitas. Yang terpenting para petani tidak hanya sekadar menghasilkan saja, tapi juga harus bisa survive dengan pendapatannya,” kata wali kota saat menghadiri panen raya padi di Semolowaru Bahari, Kecamatan Sukolilo, Sabtu (13/9/2014).
Untuk meningkatkan pendapatan, Risma mengajak petani menggunakan pupuk organik karena dapat memberikan nilai tambah pada suatu produk. Hasil pertanian memiliki harga jual yang lebih mahal.
“Harga beras biasa dari petani ke pengepul umumnya Rp 4.100 per kg. Tapi, kalau beras organik bisa sampai Rp 8.000 per kg. Ini kan bagus bagi kesejahteraan petani. Nanti, urusan pupuknya kita bantu dari dinas pertanian,” ujarnya.
Joestamadji, Kepala Dinas Pertanian (Distan) Surabaya tidak memungkiri bahwa sektor pertanian Surabaya skalanya tidak sebesar daerah-daerah lain di Jatim.
Kontribusinya, lanjut dia, hanya 0,07 persen terhadap produk domestik regional bruto (PDRB). Namun demikian, bukan berarti pertanian di Surabaya tidak berkualitas.
“Justru di tengah minimnya lahan ini, kami berupaya fokus pada kualitas produk,” tuturnya seperti dilansir dari Antara.
Dijelaskan Joestamadji, kualitas produk pertanian yang bagus hanya bisa tercapai jika sumber daya manusianya baik.
Untuk itu, dinas pertanian secara rutin memberikan pelatihan kepada para kelompok petani (poktan) se-Surabaya. Materi pelatihan disesuaikan dengan permasalahan dan bidang di tiap-tiap wilayah.
Pada umumnya, para petani diberikan ilmu mengenai budidaya dan pengolahan produk pertanian. Tak ketinggalan pemahaman tentang manajemen pertanian agar kelompok tani bisa mengelola jika ada kelebihan atau kekurangan komoditas yang dihasilkan.
Sementara itu, Suhartoyo, Ketua Kelompok Tani (poktan) Bahari Karya, mengatakan saat ini terdapat 77,5 hektare lahan pertanian yang tersebar di lima kelurahan se-Kecamatan Sukolilo,10 hektare di antaranya dinyatakan siap panen.
“Komoditi utama saat musim kemarau adalah padi dan blewah. Sedangkan saat musim penghujan, petani beralih menanam sayur-sayuran serta mengubah sebagian lahan menjadi tambak bandeng dan udang,” katanya.
Dengan begitu, petani mendapat penghasilan yang berkesinambungan.
Berdasarkan perhitungan Suhartoyo, satu hektare sawah mampu menghasilkan 10 ton padi.
Padi tersebut lantas dijual kepada pengepul. Hanya saja, kata dia, Poktan Bahari Karya belum memiliki mesin pengolah padi menjadi gabah. “Sejauh ini kami masih menyewa. Harapannya, kami bisa punya mesin sendiri,” katanya. (ant/ain/ipg)