Banyaknya jumlah anak di bawah umur yang tersandung kasus pidana, melatarbelakangi digelarnya pelatihan teknis aplikasi UU RI No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) di jajaran Polrestabes Surabaya, Selasa (9/9/2014).
Dibahas secara mendalam soal diversi atau kelakukan pada anak-anak yang mengakibatkan perkara pidana. Hasilnya, ada upaya agar kasus anak usia di bawah 18 tahun tidak perlu lagi diproses peradilan.
Kompol Yashinta Kanit Renakta (Remaja Anak dan Wanita) Dir Reskrimum Polda Jatim, menyampaikan, implementasi UU RI No 11 tahun 2012, terkait urusan anak berhadapan dengan hukum, jika belum berumur 18 tahun, tetap dikategorikan anak-anak.
“Upayakan jangan sampai ada pemenjaraan. Dengan diversi, membuat ruang semacam mediasi antara penyidik, Jaksa, pelaku dan korban, untuk menyelesaikan perkara secara mufakat,” terang Kompol Yashinta di hadapan peserta pelatihan.
Dijelaskan Yashinta, ada tiga klasifikasi untuk penyidik melakukan diversi pada pelaku anak-anak. Pertama, anak usia 0-12 tahun harus dilakukan diversi, karena mereka belum cakap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Nantinya dalam diversi ini, keputusan yang diambil adalah menitipkan anak ke Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Kedua, klasifikasi anak usia 12-14 tahun harus dilakukan penyidikan. Akan tetapi dalam proses penyelidikan, pelaku anak tidak boleh ditahan. Dan yang ketiga, anak usia 14-18 tahun, dapat diproses melalui penyidikan dan boleh di tahan.
Namun demikian, tambah Kompol Yashinta, tidak semua perkara yang kemudian melibatkan anak-anak sebagai pelakunya dapat dilanjutkan dengan mengacu kepada UU SPPA.
“Tetapi tidak semua kasus yang melibatkan anak-anak kemudian harus mengacuh pada UU SPPA,” pungkas Kompol Yashinta Kanit Renakta (Remaja Anak dan Wanita) Dir Reskrimum Polda Jatim, Selasa (9/9/2014).(tok/ipg)