Sabtu, 23 November 2024

KPI Harapkan Revisi Undang-Undang Penyiaran

Laporan oleh Sirojul Munir Anif Mubarok
Bagikan

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengharapkan adanya revisi Undang-undang Penyiaran yang signifikan untuk mendukung kinerja KPI ke depannya.

Fajar Arifianto Anggota KPI Pusat pada Radio Suara Surabaya, Selasa (2/9/2014), mengatakan, kinerja KPI belum bisa dilakukan secara penuh karena adanya problem kelembagaan yang dinilai tidak memberikan wewenang penuh kepada KPI.

“Dari pihak kami mengakui masih ada problem kelembagaan. Di mana ini disebabkan Undang-Undang Penyiaran nomor 32 tahun 2002 yang menjadi payung hukum bagi KPI tidak memberikan wewenang secara penuh kepada KPI. Sehingga hingga saat ini KPI hanya bisa memberi warning dan tidak bisa mencabut izin atau tindakan lain, sehingga kesannya KPI hanya gembar gembor saja dan tidak berdampak,” ungkap Fajar.

Oleh karena itu, Fajar mengatakan pihak KPI sangat berharap revisi Undang-undang Penyiaran oleh DPRD dapat menguatkan peran KPI dan memaksimalkan kinerja KPI.

“Untuk itu sekarang kita berharap kepada anggota dewan DPRD legislatif yang sedang membahas revisi Undang-undang Penyiaran, karena pihak kami sedang menunggu perubahan revisi Undang-undang Penyiaran, yang harapannya bahwa pada revisi Perundang-undangan Penyiaran nanti, secara substansi menguatkan peran KPI, dan diharapkan hasil revisi bisa menjawab perkembangan media penyiaran broadcasting yang sudah berkembang menjadi era konvergensi dan multimedia, di mana telepon, televisi, radio dan internet sudah menyatu,” paparnya.

Pada Selasa (2/9/2014) ini, KPI mengadakan agenda rapat pimpinan (Rapim) tahunan, dalam agenda Rapim ini temanya adalah untuk mewujudkan lembaga penyiaran yang netral dan independen. Dalam Rapim tersebut pihak KPI merumuskan berbagai kebijakan penyiaran, karena KPI adalah satu di antara regulator penyiaran, dan fungsinya sebagai pengawas proses penyiaran di Indonesia.

Dalam rapim ini dihadiri oleh Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretariat KPI daerah se-Indonesia, yang sudah terbentuk di 33 propinsi. Semangatnya untuk konsolidasi, koordinasi dan juga menajamkan tugas-tugas KPI sebagai pengawas siaran.

Hasil rapim nantinya akan dijadikan sebuah rekomendasi, yang nantinya akan disinergikan kepada lembaga penyiaran, asosiasi lembaga penyiaran dan juga pemerintah.

Menurut Fajar, hingga saat ini urusan penyiaran di Indonesia belum final, ada banyak regulator yang mengurus penyiaran, inilah yang membuat penyiaran kita kebijakannya tidak bisa tetap. Sehingga diharapkan lewat Undang-undang Penyiaran yang direvisi nanti, bisa lebih jelas siapa sebenarnya pihak regulator penyiaran.

Fajar menyampaikan, hingga saat ini KPI pusat bersama 12 KPI Daerah, telah membentuk gugus tugas pengawasan siaran perbatasan. Maka fungsi dari KPI sendiri jika diberi kepercayaan yang lebih akan lebih strategis, yang menjadi persoalan negara ini bagaimana memberdayakan komisi penyiaran yang sudah ada sesuai dengan undang-undang penyiaran yang sudah ada itu.

“Oleh karena itu, mudah-mudahan apresiasi dari bapak presiden bisa menjadi awal yang baik bagi kinerja KPI ke depannya, dan mudah-mudahan para pemegang kebijakan undang-undang bisa lebih wise, karena urusan penyiaran sudah menjadi hal yang sangat penting bagi masa depan generasi muda Indonesia,” pungkas Fajar.(nif/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs