Mundurnya pejabat negara dari posisinya pasti akan menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang. Mungkin orang akan menilai jika pejabat itu tidak loyal dan bisa dikatakan kutu loncat.
Ricky Sudarsono SE MRE CFP Pakar Manajemen UK Petra pada Radio Suara Surabaya, Selasa (19/8/2014) mengatakan, seorang profesional mundur dari posisinya itu biasanya karena berbagai alasan. Tapi saat menjadi pejabat berarti dia selaku pelayan rakyat.
“Karena itu mungkin saja mundurnya mereka bukan karena kepentingan atau alasan pribadi. Jangan diartikan soal mundur atau tidak mundurnya tapi lebih pada motif mundurnya itu karena apa. Kalau hanya untuk kepentingan pribadi sangat naif,” kata dia.
Kata Ricky, kalau soal alasan mundurnya kita harus mencermati dari banyak aspek, mungkina karena adanya tekanan atau hal lainnya. Kalau mundur dengan alasan ingin berkiprah di posisi barunya yang memberi barokah lebih besar pada rakyat maka harus kita dukung. Tapi kalau mundurnya dengan alasan untuk menjadi dosen semoga bukan karena menghindari suatu kasus.
“Kita sebagai rakyat secara teknis di perusahaan BUMN itu tetap bisa teratasi. Tapi dampak yang tidak bagus itu adalah pekerjaan belum selesai kok sudah mundur,” ujar dia.
Kata Ricky, diharapkan mundurnya pejabat itu jangan sampai karena lari dari masalah. Ada kasus atau tidak, masyarakat harus dan berhak bertanya. Apalagi kalau hanya alasan ingin menjadi dosen di Harvard karena itu bisa ditunda.
Image mundurnya pejabat negara di mata rakyat, kata dia, alangkah indahnya jika pejabat yang lama ini jangan sampai meninggalkan posisinya dulu sebelum masa kerjanya berakhir. Tapi lebih terhormat jika pejabat yang mundur memberikan tongkat estafet pada pejabat baru nanti.
“Kalau kita merenung lebih dalam, mundurnya pejabat negara pasti akan menimbulkan pertanyaan bagi banyak orang. Mungkin orang menilai pejabat itu tidak loyal dan bisa dikatakan kutu loncat,” tambah dia. (dwi)