Jumat, 22 November 2024

Inilah Peraturan Pemerintah yang Legalkan Aborsi

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. PP ini di antaranya mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat pemerkosaan, merujuk Pasal 75 ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2009.

Nafsiah Mboi Menteri Kesehatan menegaskan, sudah saatnya pemerintah harus melindungi semua wanita dari abortus tidak bermutu yang dapat mengancam keselamatan jiwa sang ibu. Oleh karenanya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan Reproduksi yang sekarang dalam pembahasan akhir dicantumkan dengan jelas pasal-pasal yang mengatur tentang abortus.

PP itu merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Kesehatan. PP tersebut mendefinisikan praktik aborsi yang dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab tersebut adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar dan dilakukan di fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan, dengan izin suami, kecuali korban pemerkosaan, tidak diskriminatif dan tidak mengutamakan imbalan materi.

Pasal yang memperbolehkan aborsi itu tertuang dalam pasal 31 ayat 1 disebutkan bahwa tindakan aborsi dilakukan jika ada indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat pemerkosaan.

Sementara dalam pasal 31 ayat 2 disebutkan bahwa tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Sementara, pada pasal 32 ayat 1 diatur mengenai aborsi bisa dilakukan jika ada kedaruratan medis, yaitu:
– kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu,
– kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

Sedangkan ayat 2 diatur bahwa penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.

Kemudian, pasal Pasal 33 diatur mengenai:
1. Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.
2. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
3. Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.
4. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.

Sementara, pengertian aborsi atas kasus pemerkosaan ini, terdapat pada pasal 34 yaitu:
1. Kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kehamilan akibat pemerkosaan harus dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian pemerkosaan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter. Serta keterangan penyidik, psikolog dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan pemerkosaan. (berbagai/dwi/ipg)

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs