Majelis hakim dalam sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi menyatakan pihaknya dapat memanggil paksa Muhammad Nazaruddin mantan bendahara umum Partai Demokrat bila ia tidak datang untuk memberikan kesaksian dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah dari proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Anas Urbaningrum.
“Kalau dia (Nazar—red) tidak mau hadir maka kita akan hadirkan secara paksa karena pada perkara lain dia bisa dihadirkan secara paksa, agar persidangan berjalan secara benar dan bisa terungkap,” kata Haswandi ketua majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/8/2014) seperti dilansir Antara.
Nazaruddin seharusnya menjadi saksi dalam kasus ini bersama dengan delapan saksi lainnya.” Tadi kita sudah lihat surat panggilannya cukup waktu, tapi ternyata tidak hadir hari ini, penuntut umum mengatakan sudah ada petugas yang ke lembaga pemasyarakatan Sukamiskin, mudah-mudahan sore bisa hadir,” tambah Haswandi.
Hal tersebut bermula dari proses kuasa hukum Anas, Adnan Buyung Nasution karena ketidakhadiran Nazaruddin.” Kenapa tidak ada Nazar?” tanya Adnan.
“Sedianya kami akan ada saksi Muhammad Nazaruddin, sesuai dengan izin yang dikirim ke Dirjen Pemasyarakatan dan diikuti surat panggilan JPU dan diteruskan ke Lapas Sukamiskin Bandung. Hari ini petugas sedang ke sana sampai saat ini belum ada konfirmasi dari petugas yang menjemput Nazaruddin,” kata ketua Jaksa Penutut Umum KPK Yudi Kristiana.
“Asalkan jaksa bisa menunjukkan bukti panggilan,” ungkap Adnan.
Setelah bukti pemanggilan diperlihatkan, Adnan pun tetap menyatakan kekecewaannya karena Nazaruddin tidak hadir.” Kami menyesalkan karena Nazaruddin adalah saksi utama, jangan ada kesempatan untuk dia mengganggu orang lain dalam kesaksian,” tambah Adnan.
Delapan saksi yang hadir untuk Anas adalah Mindo Rosalina Manulang yaitu mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri, Angelina Patricia Pinkan Sondakh mantan anggota DPR 2004-2012, Neneng Sri Wahyuni yaitu istri Nazaruddin, Daryono mantan kurir di PT Anugerah, Nuril Anwar mantan staf ahli Nazaruddin di DPR, Umar Arsal anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat, Yulianis mantan karyawan Permai Grup serta Oktarina Fury mantan karyawan PT Anugerah Grup atau Permai Grup.
Adnan juga memprotes cadar yang digunakan oleh Yulianis, Neneng dan Oktarina Fury.
“Apakah ini dibolehkan di Indonesia, saksi memakai cadar?” tanya Adnan.
“Dalam UU tidak ada larangan,” jawab hakim Haswandi.
Oktarina, Neneng dan Yulianis pun mengaku keberatan bila harus memakai cadar, akhirnya sidang dilanjutkan dengan ketiganya tetap menggunakan cadar.
Anas dalam perkara ini diduga menerima fee sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.
Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar. (ant/dwi/ipg)