Beberapa bukti paling awal infeksi parasit pada manusia terungkap dari penggalian di pemakaman kuno yang ada di situs Tell Zeidan, Suriah.
Telur parasit Schistosoma, yang sampai sekarang masih menginfeksi manusia, ditemukan di makam seorang anak yang hidup 6.200 tahun lalu di komunitas pertanian kuno.
“Kami menemukan bukti paling awal keberadaan parasit (yang menyebabkan) Schistosomiasis pada manusia,” kata salah satu penulis hasil studi, Dr. Piers Mitchell, ahli antropologi-biologi di University of Cambridge, Inggris.
Seperti dilaporkan Antara, telur-telur parasit ditemukan di pemakaman dengan 26 kerangka di Tell Zeidan, yang menurut perkiraan didiami beberapa ribu orang sekitar 7.800 sampai 5.800 tahun lalu, kata penulis studi yang lain, Gil Stein, direktur penggalian di situs dan arkeolog di Oriental Institute of the University of Chicago.
Tim itu mengumpulkan sampel tanah di sekitar kerangka abdomen, tempat parasit kemudian ditemukan, dan juga di sekitar kerangka kaki dan kepala sebagai kontrol.
Para peneliti mencari partikel seukuran telur parasit berdiameter 0,1 millimeter di tanah itu, kata Mitchell kepada Live Science.
Mereka kemudian mencampur partikel-partikel itu dengan air dan menempatkannya di bawah mikroskop.
Para peneliti menemukan satu telur di tanah sekitar abdomen dan panggul kerangka anak. Mereka tidak menemukannya di kepala dan kaki, menunjukkan bahwa telur itu berasal dari orang yang dikubur, bukan dari orang yang buang air di tempat yang sama.
Pertanian dan infeksi
Telur Schistosoma tertua sebelumnya ditemukan pada mumi Mesir yang berasal dari masa 5.200 tahun lalu. Telur parasit itu berasal dari Sabit Subur, satu daerah sekitar Sungai Tigris dan Eufrat di Timur Tengah, tempat beberapa teknik irigasi pertama ditemukan sekitar 7.500 tahun lalu.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Lancet Infectious Diseases edisi 19 Juni 2014 itu menunjukkan bahwa kemajuan teknologi pertanian menyebabkan peningkatan kasus infeksi pada manusia dengan cacing air.
Parasit Schistosoma hidup di siput air dan masuk ke kulit manusia ketika orang masuk ke air hangat. Parasit itu menyebar ketika telur keluar dari feses dan urin orang-orang terinfeksi.
Di Timur Tengah, parasit itu biasanya menginfeksi pembuluh darah di ginjal dan menyebabkan urin berdarah, anemia dan akhirnya kanker kantung kemih, sementara di Afrika, cacing pipih biasanya menginfeksi usus, tempat dia menyebabkan perdarahan dan anemia.
Para ahli mengatakan bahwa perkembangan teknologi pertanian berhubungan dengan prevalensi parasit.
“Studi di Afrika menunjukkan bahwa pertanian, irigasi, dan bendungan sejauh ini merupakan alasan paling umum mengapa orang kena Schistosomiasis,” kata Mitchell.
Di Tell Zeidan, meski waktu sudah menghapus jejak teknologi irigasi namun sisa-sisa gandum dan barley masih ditemukan.
“Tidak ada cukup hujan untuk barley tumbuh dengan sendirinya, tapi itu akan berkembang dengan irigasi,” kata Stein.
Tempat itu merupakan dataran banjir tempat Sungai Eufrat dan Balikh bertemu.
Ketika air sungai meluap ke bantaran, air akan menyebar ke dataran yang berdekatan, dan pemukim bisa membangun dinding lumpur untuk menahan air lebih lama di lahan. Bahkan, sampai sekarang para petani di sepanjang Sungai Nil menggunakan metode irigasi seperti itu.
Para petani bisa masuk ke air yang menutupi lahan untuk menanam dan air sungai yang hangat dan bergerak lambat akan menjadi tempat perkembangbiakan siput inang parasit, kata Stein.
Mitchell mengatakan selanjutnya tim ingin menganalisis materi genetik dari parasit untuk melihat apakah cacing pipih sudah berubah sejak mulai menginfeksi manusia. (ant/dwi)