Jamhadi, Ketua Kamar Dagang dan Industri Kota Surabaya mengemukakan masih tingginya biaya produksi dan pengiriman logistik barang menjadi faktor penghambat peningkatan daya saing Indonesia menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
“Ongkos produksi barang saat ini mencapai sekitar 40 persen, sementara biaya distribusi menyumbang 20 persen. Biaya tinggi seperti ini mengakibatkan produk kita sulit bersaing di pasar global,” kata Jamhadi di sela-sela Musyawarah Kota Kadin Surabaya, Kamis (5/6/2014).
Menurut ia, kenaikan biaya produksi tersebut disebabkan beberapa faktor, seperti inflasi, tarif listrik, bahan bakar minyak, dan upah buruh.
“Bahkan, upah buruh di Indonesia lebih tinggi dibanding beberapa negara di Asia Tenggara. Belum lagi, masalah kenaikan upah yang terjadi setiap tahun dengan besaran tidak menentu dan sering memberatkan dunia usaha,” tambahnya.
Dilansir dari Antara, dari sektor distribusi logistik, Jamhadi mengatakan efisiensi biaya pengiriman harus terus ditingkatkan, terutama melalui pelabuhan. Selain itu, perbaikan infrastruktur penunjang juga harus terus dilakukan.
“Kami mendesak Pemerintah Kota Surabaya untuk terus membenahi dan membangun infrastruktur jalan agar akses transportasi barang menjadi lebih cepat,” ujarnya.
Selain biaya produksi dan distribusi, Jamhadi juga melihat rendahnya produktivitas dan kualitas pekerja masih perlu mendapat perhatian pemerintah untuk mendukung daya saing Indonesia.
“Kami mengusulkan kepada pemerintah untuk memaksimalkan keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di berbagai daerah, guna melatih tenaga kerja atau calon pekerja agar lebih terampil dan punya kemampuan lebih,” tambah Jamhadi.
Pada kesempatan sama, Heribertus Gunawan, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim menambahkan kenaikan upah buruh yang terjadi setiap tahun, bahkan terkadang besarannya tidak wajar, sudah pasti sangat memberatkan dunia usaha.
“Tingginya biaya politik menjadikan penetapan kenaikan upah buruh (UMK) di berbagai kabupaten/kota sering tidak rasional. Kalau upah buruh naik dan beberapa elemen produksi naik, sudah pasti barang yang kita produksi menjadi lebih mahal,” katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengawasan Keuangan Bank Indonesia Wilayah Surabaya Sukowardojo mengemukakan tidak adanya kepastian mengenai upah buruh menjadi pertimbangan tersendiri bagi calon investor untuk masuk ke Indonesia.
“Semestinya besaran kenaikan upah buruh disesuaikan dengan laju inflasi dan produktivitas. Justru yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini tidak seperti itu,” ujarnya. (ant/ain/rst)