Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) melakukan gerakan operasi semut memungut sampah di sekitar Onshore Receiving Facility (ORF) milik PHW WMO yang ada di Gresik.
Dalam keterangan pers yang diterima suarasurabaya.net, operasi semut memungut sampah ini dilakukan dengan melibatkan puluhan anak SDN Sidorukun Gresik yang kebetulan berada di sekitar ORF.
“Lewat Operasi Semut ini diharapkan seluruh pegawai PHE WMO dan masyarakat di sekitar ORF sadar arti penting tidak membuang sampah sembarangan. Kami harapkan Operasi Semut ini bisa menular pada keluarga dan lingkungan masing-masing,” kata Sudaryoko, Development Community Manager PHE WMO, Rabu (14/5/2014).
Menurutnya, dengan adanya gerakan semangat memungut sampah, cara berpikir yang awalnya acuh tak acuh terhadap sampah di seputar lingkungannya bisa tergerak hatinya, memulai dari diri sendiri.
“Sesuai temanya kami meniru semut, bagaimana membersihkan sampah tidak sendirian melainkan dilakukan secara bergotong royong,” ujarnya.
Hal senada juga dikatakan Seth Samuel Ambat, Field Operation Manager PHE WMO. Menurut dia, persoalan sampah bukan hanya tanggungjawab pemerintah dan perusahaannya. Masalah sampah bisa tuntas asal di tiap-tiap individu sudah memiliki rasa tanggungjawab.
“Percuma kita mendengungkan gerakan ini kalau di tempat kita bekerja masih banyak sampah berserakan meskipun itu kecil,” ujarnya.
Ia menambahkan, operasi semut ini merupakan inspirasi dari PHE WMO bagaimana melibatkan masyarakat yang bergotong-royong untuk membersihkan sampah.
“Bisa dibayangkan kalau sampah menumpuk karena orang menghasilkan sampah 2,5 liter setiap hari. Kalikan 250 juta penduduk Indonesia, betapa banyak sampah yang dihasilkan,” kata dia.
Sementara itu, Tugas Husni Syarwanto, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Gresik mengatakan, perlunya menciptakan lingkungan yang bersih dengan didukung penghijauan agar terlihat suasana teduh dan rindang. “Lingkungan bersih sangat penting, tapi kalau tidak teduh tidak bisa dinikmati,” kata dia.
Selama ini kata Tugas Husni, BLH Gresik telah melakukan upaya menanam pohon di pinggir jalan. Tapi, dari jumlah itu hanya 50 persen pohon yang bertahan hidup.
“Setiap tahun kami menanam pohon di sejumlah jalan protokol. Tapi, ironisnya banyak masyarakat kota beramai-ramai meminta memotong pohon yang ada di depan rukonya. Itupun diwarnai debat dulu. Padahal, pohon yang ditanam 25 tahun lalu bisa dinikmati kesejukannya sampai sekarang,” kata dia.(fik/dwi)