Penjara menyisakan proses yang traumatis dan stigma bagi mereka sebagai anak nakal dan terbuang. Usai keluar dari penjara, anak malah menghayati perannya sebagai pelaku kejahatan.
dr. Hafidz Al Gristian Dokter Umum (Kesehatan Jiwa) pada Radio Suara Surabaya, Selasa (29/4/2014) malam mengatakan, melalui aturan yang ada dalam UU nantinya akan ada lembaga yang mengakomodir lembaga-lembaga pembinan lebih banyak termasuk pembinan kejiwaan.
“Memang dulu untuk anak yang bertindak kriminalitas diberlakukan sistem penjara. Tapi sekarang akan lebih diberlakukan pada pembinaan khusus,” kata dia.
Kata dr. Hafidz, sempat ada kekhawatiran para penegak hukum dalam penindakan hukum yang melibatkan pelaku anak-anak padahal kasusnya ada peningkatan yang cukup sigifikan.
“Dulu tahapannya iu seperti peradilan formal tapi saat ini semangat yang diusung semangat restorasi untuk semangat pemulihan. Salah satu caranya adalah langkah yang memungkinkan anak akan lebih banyak mendapat pendampingan,” ujar dia.
Ada pandangan ketika dilakukan pengembalian ke orang tua tapi lembaga keluarga itu tidak berfungsi secara baik maka sama saja anak akan tetap jadi nakal. Sejak anak masuk ke lembaga pemasyarakatan harus lebih banyak pendampingan.
“Harapannya saat dikembalikan ke orang tua anak sudah langsung bisa mandiri meskipun ada disfunctional family,” katanya. (dwi/ipg)