Indonesia merupakan negara yang memiliki luas hutan mangrove terbesar di dunia, yakni sekitar 9,36 juta hektar. Namun sayangnya kekayaan tersebut tidak diurus secara serius oleh pemerintah dan pihak terkait.
Drs. H. Satrio Wiweko MT, Pemerhati Lingkungan, pada Radio Suara Surabaya mengatakan 25 persen hutan mangrove di Indonesia sudah mengalami kerusakan, padahal hutan mangrove memiliki peran yang sangat penting.
“Mulai dari pohonnya yang menjadi habitat hewan hingga perannya sebagai filter intruisi air laut ke daratan, termasuk menahan abrasi pantai,” kata dia, Sabtu (26/4/2014) siang.
Kalau tidak ada pohon mangrove atau pohon bakau ini, ia menambahkan, abrasi pantai akan menggerus daratan. Terlebih di masa global warming saat ini, dimana permukaan air akan naik akibat lapisan es yang mencair.
Selain itu, mangrove juga sebagai green belt sebuah kota namun sayangnya saat ini sudah banyak yang dibabat untuk hunian, wisata, jalan atau kawasan industri. Padahal menurut peraturan ketebalan mangrove dari garis pantai menuju ke daratan minimal 200 meter.
“Di kawasan pantai utara saja mangrove setebal itu sudah sangat jarang. Misalnya seperti Surabaya hanya ada di kawasan Wonorejo, rungkut. Jadi ini sangat mengerikan jika terjadi bencana,” ungkapnya prihatin.
Lebih parah lagi, kata dia, kondisi hutan mangrove yang tersisa sangat ironis karena beralih menjadi tumpukan sampah, terutama sampah plastik. Hal ini tentu menghambat habitat hewan yang sebenarnya bisa jadi komoditi unggul perikanan dan kelautan.
Untuk itu, Satrio mengharapkan usaha reboisasi dan rehabilitasi hutan mangrove terus digalakkan, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Usaha itu harus dicanangkan secara berkelanjutan, karena rehabilitasi untuk hutan mangrove lebih sulit dibanding hutan umumnya di daratan,” jelas dia.
Menurut Satrio, hal yang perlu diperhatikan untuk usaha rehabilitasi ialah,
– Pertama, ketersedian bibit yang sangat sedikit
Sangat jarang orang yang mau membibit, karena proses pembibitan yang sulit.
– Kedua, proses penanaman
Jika tidak mengerti ilmunya, kemungkinan besar penanaman akan gagal.
– Ketiga, struktur tanah
Mangrove mempunyai jenis yang beragam yang bisa hidup di habitat yang berbeda-beda, tidak bisa sembarangan.
Setelah dilestarikan, menurut Satrio mangrove juga bisa dimanfaatkan sebagai kawasan Eco Tourism atau wisata alam tanpa merusak mangrove.
“Mangrove ini sangat unik, satu diantaranya ada sonasi-sonasi orang bisa berjalan diantara hutan mangrove. Untuk itu mari terus kita galakkan pelestarian hutan mangrove. Salam Lestari,” kata dia penuh semangat mengajak masyarakat peduli lingkungan. (ain/fik)