Djoko Suyanto Menko Polhukam menegaskan uang pemafaafan atau diyat sebesar Rp21 miliar untuk menyelamatkan Satinah dari hukuman pancung di Arab Saudi berasal dari pemerintah.
Dana yang dikumpulkan masyarakat dan LSM peduli Satinah tidak satu rupiah pun yang dialokasikan untuk menyelamatkan Satinah.
“Saya tidak tahu, tanyakan kepada pengepulnya akan dikemanakan uang itu. Karena uang dikumpulkan melalui sumbangan masyarakat. Pertanggungjawabannya harus jelas,” kata Djoko Suyanto di Jakarta, Jumat (4/4/2014).
Ditanya tentang nasib Satinah, menko polhukam mengatakan, “Insyaallah selamat, tinggal nunggu berita resminya dari Arab Saudi.”
Anis Hidayah Koordinator Buruh Migran dikonfirrmasi tentang dana untuk Satinah mengatakan, sampai sekarang telah terkumpul dana sebesar Rp3,6 miliar. Dana masyarakat itu berada di dua tempat yakni Rp 2,8 miliar dibawa Melani Subono Duta Buruh Migran, dan Rp800 juta di Disnakertrans Jateng.
Kata Anis dana itu belum ada yang dipergunakan untuk keperluan Satinah, karena uang tebusan telah dibayar pemerintah. Awalnya pengumpulan dana itu sebagai wujud kepedulian pada Satinah yang terancam hukuman pancung.
Hikmhanto Juwono Pakar Hukum Internasional mengatakan, sikap pemerintah membayar diyat untuk menyelamatkan TKI yang melakukan pembunuhan akan menjadi preseden buruk.
Bisa memunculkan mafia, yang dapat merugikan pemerintah Indonesia sendiri. Buktinya uang pemaafan yang sebelumnya hanya Rp2 miliar, sekarang naik 10 kali lipat menjadi Rp 21 miliar.
Kata Hikmhanto sekarang masih ada 150 TKI di luar negeri terancam hukuman mati karena terlibat peredaran narkoba, perampokan, dan pembunuhan.
“Apakah semua akan diselamatkan dengan membayar uang tebusan?” tanya Pakar Hukum Internsional UI itu.
Ke depannya pemerintah sebaiknya membuat skala proritas, kalau terbukti merampok disertai pembunuhan apa masih perlu dibebaskan dengan membayar uang diyat, pungkas Hikmhanto.(jos/ipg)