Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan awal musim kemarau di Indonesia pada umumnya akan terjadi di bulan Mei.
“Awal musim kemarau 2014 di 342 Zona Musim (ZOM) pada umumnya di prediksi masuk pada Mei, dengan presentase tertinggi mencapai 35,1 persen,” kata Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya dalam keterangan pers yang dikutip Antara.
Meski demikian, ia mengatakan awal kemarau sudah terjadi di sebagian kecil Sumatera antara Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Aceh Besar bagian utara dan timur, Pidie Utara, Pidie Jaya, Bireun, dan Lhokseumawe sejak Januari dan Februari.
Kondisi berbeda terjadi di wilayah Sulawesi Utara bagian selatan sekitar Bolaang Mongondow selatan, Bolaang Mongondow utara bagian selatan yang awal musim kemaraunya datang lebih lambat, yakni pada September dan November.
Ia mengatakan perbandingan prakiraan wilayah awal musim kemarau pada 2014 terhadap rata-ratanya awal musim kemarau periode 1981–2010 yang sama mencapai 44,1 persen dari 342 ZOM.
Sementara prakiraan awal musim kemarau yang maju dari periode rata-ratanya mencapai 27,5 persen dari 342 ZOM. Sedangkan prakiraan awal musim kemarau yang mundur dari periode rata-ratanya mencapai 28,4 persen dari 342 ZOM.
Sifat hujan selama musim kemarau 2014 di sebagian besar daerah atau 67 persen daerah diprediksi normal. Sedangkan sifat hujan di bawah normal akan terjadi di sebagian kecil atau sekitar 24,8 persen daerah dari 342 ZOM di Indonesia.
Kalimantan Utara, sebagian Kalimantan Timur, Palembang, perbatasan Sumatera Selatan dan Bengkulu, Jambi, Sumatera Utara, Gorontalo, Palu dan Poso, Sulawesi Selatan, Kendari, Gunung Kidul, dan Sumbawa adalah daerah-daerah yang akan menghadapi hujan di bawah normal.
“Ya tentu ini berdampak pada komoditas. Tapi akan ada tim BMKG yang memberi semacam pelajaran tentang tanaman apa yang kira-kira tepat ditanam untuk di daerah tersebut,” ujar dia.
Saat ditanya jangka waktu kemarau di 2014, ia belum dapat menjawabnya. Akan ada prakiraan lagi dalam dua hingga tiga bulan ke depan sehingga dapat diketahui kondisi kemarau.
“Apakah ada ekstrimitas atau tidak. Kalau memang ada perubahan tentu perlu dilakukan kajian lagi untuk kondisi selanjutnya,” ujar dia. (ant/fik)